Dari Pendidik, Birokrat, Hingga Amanah Sebagai Pejabat Publik
“Setiap Masa ada Orangnya, dan Setiap Orang ada Masanya”
Andriyanto merupakan Pejabat (Pj) Bupati Pasuruan yang juga Alumnus Program Magister Jurusan Epidemiologi Fakultas Kedokteran (FK) dan Program Doktoral jurusan Ilmu Kedokteran serta Program Doktoral jurusan PSDM Sekolah Pascasarjana (SPS) Universitas Airlangga (UNAIR).
Kariernya di dunia pendidikan dan birokrasi pemerintahan memang sudah malang melintang. Tercatat, Andri, panggilan akrabnya, pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kependudukan (P3AK) serta Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Provinsi Jawa Timur.
Kesulitan Biaya Berkuliah
Andriyanto lahir dari kalangan keluarga mampu, ia adalah anak ketujuh dari delapan bersaudara. Ayahnya merupakan ASN di lingkungan Pemda Malang dan juga pernah menjadi anggota DPRD. Akan tetapi, semua itu berubah saat sang ibunda mengalami musibah, ia ditipu saat melakukan bisnis jual beli emas perhiasan dengan investasi yang sangat besar.
Kondisi perekonomiannya semakin tidak stabil ketika orang tuanya masuk di fase pensiun dengan hutang yang melilit keluarga mereka. Hal itu membuat Andri harus bekerja keras untuk membiayai kuliahnya seorang diri.
Lulus SMA, sebenarnya ia diterima di Universitas Brawijaya, namun karena terkendala biaya, ia tidak melanjutkan kuliahnya dan mencari sekolah ikatan dinas, yaitu Akademi Gizi Malang. Namun, ia tetap bercita-cita menempuh pendidikan hukum. Ketika keuangannya mulai stabil, ia kembali mewujudkan cita-cita berkuliah jurusan hukum di Universitas Brawijaya.
“Masuk semester lima di akademi gizi, saya masuk di FH Brawijaya, jadi sempat satu tahun saya itu kuliah double,” ujarnya.
Seusai lulus dari Akademi Gizi Malang, Andri langsung menjalani ikatan dinas dengan bekerja di Dinas Kesehatan Jawa Timur di Surabaya. Setelah itu, ia mengambil program magister epidemiologi di UNAIR pada tahun 1999. Program tersebut ia tuntaskan berkat dukungan beasiswa dalam waktu 3 semester. Setelah itu, pada tahun 2003, ia melanjutkan program Doktor Ilmu Kedokteran di kampus yang sama.
“Pengalaman saya ambil Doktor Ilmu Kedokteran itu lucu, karena gelar S1 saya ini hukum. Orang-orang kaget kok bisa sarjana hukum tetapi magisternya kesehatan,” kelakarnya.
Berawal dari Akademisi
Dalam perjalanan karirenya, selain sebagai seorang birokrat, ia juga aktif sebagai pendidik. Andri merupakan Direktur Akademi Gizi Surabaya serta Ketua Pengurus Pusat (PP) Asosiasi Nutrisionis Indonesia (AsNI) dengan anggota sekitar 43.000 nutrisionis se-Indonesia. Di UNAIR sendiri, ia merupakan Koordinator Peminatan S2 Pemberdayaan Perempuan Sekolah Pascasarjana UNAIR dan Dosen Program Studi Pengobat Tradisional Fakultas Vokasi (FV) UNAIR.
Sebagai pimpinan di salah satu institusi pendidikan, ia merasa banyak keilmuan yang belum dimilikinya, salah satunya mengenai kepemimpinan dalam mengelola sumber daya manusia. Dari itu, ia memutuskan untuk mengambil Program Doktor Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) pada tahun 2014.
Pada disertasinya, ia mengangkat isu stunting dan pengaruhnya pada sumber daya manusia. Ia tetap memasukan bidang keilmuannya, yaitu kesehatan, di dalam disertasinya. Pada saat itu, isu mengenai stunting memang belum seramai hari ini. Ketika itu, Andri sudah meneliti bahwa stunting akan berdampak ada tumbuh kembang seorang anak dan akan menghasilkan SDM yang lemah.
“Karena saya pernah mengambil S3 Ilmu Kedokteran, jadi untuk menyelesaikan ujian disertasi ini relatif lebih mudah karena saya menguasai materinya,” tambah bekas Ketua Tim Pangan dan Gizi Provinsi Jawa Timur tersebut.
Pria yang Menjadi Kepala Dinas Perempuan
Pada tahun 2019, Andri mencoba peruntungan untuk mengikuti seleksi terbuka untuk beberapa jabatan yang ada di Provinsi Jawa Timur. Berbekal pengalaman dan pendidikan yang ada, ia berharap dengan mengikuti seleksi terbuka tersebut, dirinya mampu membuka kesempatan baru untuk berkembang. Akhirnya ia mengambil tawaran dari beberapa jabatan pratama yang dibuka, yaitu Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur.
Ia berkelakar, sebenarnya hal tersebut jarang terjadi, ketika dinas yang mengurusi perempuan dan anak justru di kepalai oleh seorang laki-laki. Namun, baginya, ini merupakan tantangan tersendiri yang perlu ia jalani dan atasi. Sebenarnya, isu tentang perempuan, anak, dan kependudukan bukan hal asing baginya. Dengan pengalaman yang dimiliki, ia cukup menguasai permasalahan yang ada.
“Bulan Februari tahun 2020 saya memulai menjadi kepala dinas. Kependudukan itu ada dua, KB (Keluarga Berencana) dan Dukcapil. Nah itu sulit lagi, tetapi karena background saya hukum, untuk mempelajari administrasi itu saya bisa mengikuti,” ucapnya.
Jadi Kepercayaan Gubernur
Setelah 1,5 tahun menjadi Kepala Dinas P3AK, pada tahun 2021 akhir, dia diminta Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa untuk menjadi Staf Khusus Gubernur Bidang Politik, Hukum, dan Pemerintahan (PHP). Baru 1,5 bulan berjalan, ia diamanahkan untuk menjadi Pejabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Trenggalek. Dari situ ia merasa mendapatkan pengalaman yang sangat kompleks.
Seusai menjadi Pj Sekda Kabupaten Trenggalek, pada November 2022, ia diberikan amanah baru sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Jawa Timur yang kini berubah nomenklatur menjadi Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Jawa Timur. Akan tetapi, dalam perjalanannya, ternyata ada 13 Bupati/Walikota di Jawa Timur yang telah tuntas masa jabatannya pada September 2023.
“Saya menjadi salah satu yang diusulkan oleh Ibu Gubernur untuk menjadi pejabat bupati. Karena aturannya, Pj kepala daerah itu diusulkan oleh Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Pusat,” pungkasnya.
Ia pun tidak mengetahui secara pasti mengapa dirinya terpilih menjadi pejabat bupati. Ia menjelaskan, proses seleksi internal yang dilakukan sebenarnya sangat ketat dan melalui tim penilai akhir dari berbagai unsur. Seperti unsur KPK, BPK, PPATK, BIN, dan lain sebagainya.
“Di Brida akhirnya saya mengangkat sekretaris Brida sebagai Plh (Pelaksana Harian) untuk menunjang kegiatan di Brida dan komunikasi kamu tetapi berjalan baik ,” ujarnya.
Menjadi Pejabat Bupati Pasuruan
Seusai dilantik, tanpa berpikir panjang ia langsung pergi ke Pasuruan dan melakukan konsolidasi dengan birokrat setempat, termasuk DPRD. Dalam rencananya, pada bulan pertama ia mencoba membuat kebijakan yang tidak strategis namun populer. Ia mencontohkan ketika dirinya mengambil kebijakan mengenai PSSI Pasuruan yang ketika itu carut-marut hingga hampir dibekukan. Padahal, ketika itu tim sepak bola Pasuruan, Persekapas, seharusnya bertanding di divisi tiga.
“Yang paling sulit itu konsolidasi tentang SDM dan anggaran. Namun pelan-pelan sudah terurai dan bisa diatasi,” kisahnya.
Dirinya juga mencanangkan sebuah program yaitu Bulan Bangil Bersolek dan Berseri. Program tersebut terjadi ketika ia melihat kawasan kumuh di daerah ibu kota Pasuruan, Bangil. Ia merasa bahwa Pasuruan memiliki potensi sumber daya yang sangat besar dan bisa dimanfaatkan secara maksimal. Selain sumber daya alam, sumber daya lainnya seperti 1400 perusahaan yang berdiri di sana pun menjadi potensi tersendiri.
“Untuk alam kita ini punya Bromo. Sebenarnya suku tengger dan kaki gunung Bromo itu lebih banyak di Pasuruan bukan di Probolinggo, tetapi branding kita memang kurang,” katanya.
Ia berharap, walaupun hanya satu tahun menjabat, ia ingin Pasuruan menjadi kota yang disegani. Inovasi dan gerakan cepat serta masif harus terus dilaksanakan untuk kebaikan masyarakat. Ia pun akan mempercepat proses Rencana Tata Ruang Wilayah Pasuruan untuk diserahkan kepada investor.
Bagi UNAIR, ia berharap bahwa solidaritas antar alumni menjadi suatu yang penting. Selain itu, kekuatan untuk terus berusaha dan tidak mudah menyerah menjadi sebuah kunci kesuksesan. Baginya, kesuksesan tidak hanya sekedar dilihat dari IPK dan nilai ketika lulus, melainkan keteguhan dalam setiap karya yang dihasilkan.