Mohamad Burhanudin

Dari Jurnalis Hingga Aktivis Lingkungan

Mohamad Burhanudin merupakan jurnalis sekaligus Manajer  KEHATI Foundation yang juga alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) tahun 1996. Burhan, panggilan akrabnya, merupakan lulusan Program Studi Hubungan Internasional (HI). 

Sebagai aktivis dan mantan jurnalis harian Kompas selama 11 tahun, berbagai pengalaman, khususnya pada isu lingkungan telah ia lewati. Dirinya selalu berharap bahwa gerakan “hijau” bukan saja menjadi janji dan ucapan belaka, melainkan dapat dijadikan sebuah aksi bersama untuk kehidupan yang lebih panjang.

Belajar Disaat Kondisi yang Tepat

Pria kelahiran Blitar tersebut sebenarnya tidak pernah terpikir untuk menjadikan UNAIR sebagai tempatnya bertumbuh seusai menuntaskan sekolah menengah atasnya. Hingga akhirnya ada seorang senior yang memberikan gambaran tentang UNAIR sebagai kampus terbaik di wilayah timur, dari itulah ia tidak ragu untuk melangkahkan kaki ke kampus tersebut. 

“Waktu SMA kalau tidak salah nilai bahasa inggris saya paling bagus. Jadi guru saya saat itu memberi masukan buat nyoba masuk HI,” ungkapnya.

Keputusannya untuk belajar isu internasional sewaktu kuliah menjadi salah satu momen terbaiknya. Ketika itu, ia merasa bahwa mempelajari HI sangat relevan dengan keadaan dan kondisi dunia pada saat itu. Beragam kabar internasional memang cukup panas ketika itu. Momen seusai perang dingin, perang di Bosnia dan Rwanda, konflik internasional, runtuhnya uni soviet, hingga perang teluk menjadi pembicaraan masyarakat dunia sewaktu itu.

Dari itu, dirinya merasa diskusi di kelas menjadi hal yang begitu apik. Banyak isu yang bisa diperbincangkan dan hal tersebut menjadi ranahnya sebagai mahasiswa Hubungan Internasional. Ia merasa beruntung dapat hadir di era tersebut. Tidak hanya isu luar negeri. Beragam krisis yang menghantam Indonesia pun tidak luput menjadi isu panas. Sebagai anak HI, ia pun dituntut untuk mampu berpikir lintas sektor. Tidak hanya dalam ranah politik, aspek sosial, budaya, ekonomi dan faktor lainnya juga terus diperbincangkan.

“Saat itu, bagi saya, salah satu kemenangan studi hubungan internasional dibandingkan jurusan lainnya adalah kita mempelajari hal yang menjadi pusaran penyebab dari krisis luar negeri dan nasional pada waktu itu,” tambahnya.

Menjadi Katalisator Pergerakan

Selama berkuliah, Burhan aktif sebagai jurnalis kampus. Selain itu, momen reformasi ketika itu membuat dirinya juga bergabung dalam Arek Suroboyo Pro Reformasi atau ASPR. Ia pun menjadi salah satu inisiator pada kegiatan “Forum Diskusi Lorong”. Forum itu menjadi salah satu cikal bakal masifnya kegiatan tentang pro reformasi di kalangan mahasiswa surabaya. Beragam kegiatan aktivisme tersebutlah yang akhirnya sangat berpengaruh pada pilihan kariernya hingga sekarang.

“Ketertarikan saya dalam dunia jurnalis tulis menulis membuat saya lebih tertarik untuk menekuninya di karier profesional. Walaupun sedikit banyak berbeda dengan disiplin ilmu yang saya ambil,” katanya.

Ia mengawali karier profesionalnya sebagai jurnalis di Jawa Pos dan berpindah ke Harian Kompas selama 11 tahun. Keputusannya untuk keluar dari sektor jurnalis profesional bukannya tanpa alasan. Dirinya melihat akan ada kemunduran pada bidang tersebut, khususnya media cetak. Akan tetapi, walaupun bukan sebagai profesional, Burhan tetap aktif menulis untuk beberapa media.

Seusai dari media, ia bergabung bersama organisasi nirlaba USAID untuk mengerjakan projek mengenai transformasi kebijakan publik sebagai manajer komunikasi. Selain itu, ia juga banyak tergabung dengan beberapa organisasi nirlaba lainnya, salah satunya KEHATI Foundation yang kini sedang ia jalani.

Bergelut di Sektor NGO

Perjalanannya puluhan tahun sebagai jurnalis dan menjadi bagian dari beberapa Non-Governmental Organization (NGO) membuatnya menjadi sosok yang kaya akan pengalaman. Baginya, dengan hal-hal tersebutlah yang terus memberikan  banyak kesempatan dan akses yang tidak bisa didapatkan oleh orang banyak.

Salah satu yang berkesan adalah investigasinya terhadap konflik antara manusia dan hewan di Jambi. Ketika itu ada sembilan orang meninggal akibat harimau sumatera yang keluar dari hutan karena rusaknya habitat. Setelah di investigasi, ternyata sudah banyak habitat harimau tersebut yang telah beralih menjadi kawasan perkebunan sawit oleh pihak swasta. Padahal, wilayah tersebut termasuk dalam Kawasan yang dilindungi.

“Itu bukan hal yang mudah. Karena saat kita mengangkat hal itu ada saja intimidasi dari pihak Perusahaan. Mereka mengancam somasi dan lainnya. Tetapi selama kita memegang teguh kode etik jurnalistik dan ada fakta, mereka juga tidak bisa apa-apa,” kisahnya.

Dari itu, akhirnya diketahui bahwa akar masalahnya ialah kesalahan dalam pengelolaan hutan. Akan tetapi, baginya, yang menarik adalah proses investigasi kasus itu. Ia bersama tim harus menyusuri hutan selama 10 hari untuk mencari harimau tersebut. Selama di dalam hutan, ia kerap mendengar suara auman harimau tetapi tidak terlihat wujudnya. Tentu saja hal itu membuat cemas karena sangat mungkin fakta terburuk akan mengenai Burhan dan tim.

“Ini adalah harimau yang sudah pernah membunuh manusia. Harimau Sumatera itu adalah spesies harimau yang paling sulit dilacak jejaknya. Mereka kecil, sangat lincah, dan habitatnya di hutan hujan tropis,” tambahnya.

Selain investigasi, Burhan pun kerap ditugaskan untuk meliput peristiwa bencana. Hal itu membuat ia semakin mampu memaknai arti kehidupan. Dengan jurnalis pula, dirinya berkesempatan untuk mewawancarai orang-orang yang selama ini hanya menjadi idolanya saja. Sebut saja, grup band blur, vokalis arkarna, Gusdur, Hamzah Haz, hingga Boediono. 

Ke depan Burhan terus berharap isu konservasi lingkungan terus digerakan. Hal ini, tentu bukan saja tugas bagi NGO yang spesifik bergerak di isu tersebut, melainkan tugas seluruh lapisan masyarakat. Ia pun ingin mengembangkan metode pertanian yang ramah lingkungan. Menurutnya, metode tersebut adalah hal yang riil dibutuhkan dimasa depan. Bagaimana kita mampu mengurangi penggunaan hal-hal anorganik dan masyarakat dapat mengonsumsi serta memperoleh bahan pangan yang sehat.

“Malnutrisi kita sangat besar, ketersediaan pangan alternatif kita masih sangat rendah. Kita masih punya jinten, umbi-umbian, begitu banyaknya dan itu jarang ditanami. Saya ingin menjadi bagian itu,” ucapnya.

Harapannya untuk Almamater Tercinta

Ia pun ingin mengajak banyak anak muda untuk kegiatan konservasi. Dirinya pun berharap untuk UNAIR dapat menjadi aktor utama dalam konservasi. Baginya, UNAIR harus terus mengedepankan “Go Green” dalam setiap aktivitasnya. Ia berharap UNAIR semakin memiliki kedekatan dengan isu tersebut, utamanya dalam ranah akademik. Dengan itu, bukan tidak mungkin, suatu saat nanti, UNAIR akan menjadi kampus rujukan dalam permasalahan lingkungan. 

“Jadi bagaimana UNAIR bisa mengusung sesuatu yang tidak hanya sekadar akademik. Tapi bagaimana akademik itu nyambung dengan persoalan masyarakat sehingga kita punya kekuatan disitu,” pesannya.

Riwayat Pekerjaan

  • Kolumnis di sejumlah media massa

    2015 - now

  • Manajer Kebijakan Lingkungan

    KEHATI Foundation

    2023 - now

  • Manajer Media dan Komunikasi

    Plan Indonesia

    2022 - 2023

  • Manajer Komunikasi

    Borneo Nature Foundation

    2020 - 2022

  • Manajer Komunikasi

    Akademi Ilmuwan Muda Indonesia

    2019 - 2020

  • Manajer Komunikasi

    KEHATI Foundation

    2017 - 2018

  • Manajer Komunikasi

    TRANSFORMASI Kebijakan Publik (Rajawali Foundation)

    2014 - 2016

  • Jurnalis

    Harian Kompas

    2004 - 2014

  • Jurnalis

    Investor Indonesia (2002-2003)

    2002 - 2003

  • Jurnalis

    Harian Radar Surabaya (2001-2002)

    2001 - 2002

Riwayat Pendidikan

  • Development Studies of Victoria University of Wellington

    2016 - 2017

  • Sarjana Ilmu Hubungan Internasional

    Universitas Airlangga

    1996 - 2001

Alumni Berprestasi

Copyright © Universitas Airlangga