Ellies Tunjung Sari Maulidiyanti

Pendidik yang Menjadi Detektif

Ellies Tunjung Sari Maulidiyanti, S.ST., M.Si merupakan seorang ibu yang lahir di Bangkalan, 27 November 1984. Sebagai orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, tuntutan untuk terus belajar dan mengembangkan ilmu menjadi keharusan. Baginya, memilih UNAIR untuk berkembang bukanlah tanpa alasan. Dengan kapasitas kampus berstandar internasional, membuat lulusan UNAIR mampu bersaing di tengah masyarakat. Selain itu, jurusan yang ia minati pun belum banyak tersedia, namun, UNAIR mampu menyediakannya.

“Peminatnya masih terbatas, sehingga untuk peluangnya itu besar. Kemudian nanti hubungan ke jurusan saya sebelumnya yang akan berkembang ke arah forensik,” jawabnya mengenai alasan memilih jurusan ilmu forensik.

Berubah Menjadi Detektif

Awalnya, Ellies pun tidak terlalu paham dengan program studi tersebut, masih banyak pertanyaan dibenaknya mengenai studi forensik. Dalam perjalanannya, ia banyak dibimbing oleh dosen-dosen yang berkompeten sehingga pembelajaran di kelas menjadi hidup dan dapat dimengerti. Di dalamnya, ia belajar mengenai fisika forensik, menghitung jarak kecelakan, kecepatan kendaraan, antropologi forensik hingga identifikasi korban serta lain halnya.

“Di fisika forensik itu, korban bunuh diri dari Gedung gitu, yha. Nah itu apakah benar-benar dibunuh, apakah didorong, ataukah ia bunuh diri. Itu benar-benar bisa ketahuan loh. Di TV kayak film Conan,” ungkap Ellies.

Yang menarik ketika menjalani studi ialah keharusannya untuk peka atas situasi yang terjadi. Tidak jarang, segala sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan nalar pikiran. Baginya, pada studi tersebut, ia diharuskan menjadi detektif dalam pembongkaran suatu kasus, tentunya hal ini menimbulkan banyak hal tak terduga yang memperluas pengalamannya. Misalnya, pada antropologi forensik, bagaimana ia diharuskan untuk mengidentifikasi seseorang yang telah tertinggal rangka saja. Bahkan, dari rangka, kita dapat mengetahui jenis kelamin, hingga suku bangsa.

“Kita tempelin kayak malam atau plastisin gitu. Oh, ternyata begini loh, yang meninggal. Jadi tengkorak yang meninggal itu kira-kira bentuknya seperti ini,” tambahnya.

Jatuhnya Pesawat Air Asia QZ8501

Baginya, Salah satu pengalaman yang membekas semasa kuliah ialah membantu mengidentifikasi korban kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 pada tahun 2014. Ketika itu, pesawat dengan rute penerbangan Surabaya-Singapura tersebut terakhir terpantau radar Air Traffic Control (ATC) diantara Pulau Belitung dan Pulau Kalimantan pada 28 Desember 2014 pukul 06.18 WIB. Padahal, pesawat dijadwalkan tiba di Singapura pada pukul 06.57 WIB.

“Beberapa Angkatan di forensik itu membantu di Polda untuk mengidentifikasi dari korban-korban yang hanya body of part, nggak utuh gitu,” kisahnya.

Selain pengalaman dari segi pengetahuan, membantu mengidentifikasi hal tersebut juga sebagai rasa gotong royong kemanusiaan. Saat itu, banyak keluarga yang kehilangan, tentu saja, mereka menunggu informasi resmi bagaimana keadaan saudaranya yang menumpang pesawat tersebut. Apalagi, kasus tersebut mendapatkan atensi besar di tengah masyarakat Indonesia bahkan dunia.

“Untuk yang gigi, kita bersihkan tuh dari kulit-kulit, dari lemak-lemak, sampai bersih. Bayangin menghadapi baunya kayak begitu,” tambah Ellies.

Pengabdian Menjadi Kaprodi

Sebagai Dosen Program Studi Teknologi Laboratorium Medis Universitas Muhammadiyah Surabaya, ia masih terus mengabdi selepas menuntaskan pendidikan magisternya. Dengan bertambahnya ilmu yang dimiliki, ia berkesempatan untuk meningkatkan kepangkatannya hingga memperoleh sertifikasi yang dapat menunjang karirnya sebagai pendidik.

Pada 2019, UM Surabaya membuka Program Studi baru, yaitu tingkat Diploma IV untuk Teknologi Laboratorium Medis. Dengan kapasitas yang ia miliki, akhirnya, Ellies dipercaya untuk memimpin prodi baru tersebut sebagai Kepala Program Studi (Kaprodi) D-IV Teknologi Laboratorium Medis (TLM). Tentunya, hal tersebut bukanlah hal mudah. Kini, ia harus membesarkan dan membangun prodi yang baru seumur jagung tersebut. 

“Karena ini membangun, tidak ada contoh dari sebelumnya yang bisa saya lanjutkan, sehingga saya diberi tim yang kuat juga yang bisa mensupport saya. Jadi, saya ini belajar dari berbagai universitas,” lanjutnya.

Tantangan berikutnya yang ia hadapi ialah mengenai kurikulum. Wajar saya, bahkan dari asosiasi yang menaunginya pun belum ada, sehingga setiap universitas yang membuka Program Studi TLM atau yang selinear memiliki variasi kurikulumnya tersendiri. Akhirnya, ia harus banyak meriset mengenai Prodi tersebut hingga berdiskusi dengan  berbagai macam lapisan masyarakat, baik pimpinan, para ahli, hingga mereka yang berkecimpung dalam bidang tersebut lebih dahulu.

“Ini amanah yang tidak selamanya saya jalankan, suatu saat akan tergantikan. Sehingga saya tidak gengsi dan tidak malu untuk belajar,” tambahnya.

Menjadi Dosen yang “Baik”

Selain itu, menjadi pengajar merupakan cita-citanya sejak dini. Mengabdi untuk kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan dirasa menjadi kunci keberhasilan sebuah peradaban. Bagi Ellies, capaian tertinggi tidak hanya diukur dengan jabatan, melainkan dengan kebermanfaatan. Menjadi dosen yang baik mungkin terlihat seperti cita-cita biasa saja bagi sebagai kalangan, namun, untuknya, hal tersebut bukanlah perkara mudah. Banyak hal yang harus dikerjakan untuk menjadi dosen yang baik, dan itulah cita-cita dan harapan Ellies sebagai pengajar.

“Karena saya seorang ibu dan istri juga. Karier dan tugas saya itu bisa balance, tidak ada yang lebih berat. Jadi, semuanya itu lancar,” tutupnya.

 

Riwayat Pekerjaan

  • Dosen/KPS Teknologi Laboratorium Medis FIK

    Universitas Muhammadiyah Surabaya

    2012

  • Dosen Teknologi Laboratorium Medis

    STIKES Wira Medika Bali

    2010 - 2012

  • lab.klinik Puskesmas Socah Bangkalan

    2008 - 2010

  • Lab Klinik Fortuna Bangkalan

    2006 - 2008

Riwayat Pendidikan

  • S2 Ilmu Forensik

    Universitas Airlangga

    2014

  • D4 Analis Kesehatan

    Poltekkes Kemenkes Surabaya

  • D3 Analis Kesehatan

    Poltekkes Kemenkes Surabaya

Alumni Berprestasi

Copyright © Universitas Airlangga