Isa Irawan

Nikmati Hidup dengan Mengajar dan Traveling

santai dan bersahaja. itulah kesan yang tertangkap pada sosok prof. Dr. ing. Drs. M. isa irawan, M.t., guru besar its surbaya bidang artificial intelligence dan bioinformatika.

Doktor lulusan Vienna university of technology, austria, Departemen informatik, itu menikmati hidup dengan mengajar. Jika ada waktu senggang, dia habiskan untuk traveling dengan mengemudi mobil sendiri keluar kota.

Menjadi profesor matematika bermula dari kepiawaian gurunya di sMan 1, probolinggo. pak guru tersebut enak sekali dalam menerangkan materi pelajaran sehingga isa tertarik.

Ketertarikan itu terbawa terus sampai dia masuk Fakultas sains dan teknologi, unair. Dia mengambil jurusan matematika pada 1983. Jurusan itu dinilai praktis dan tak ribet. Hanya butuh kertas dan pena. tak butuh komputer atau laptop seperti sekarang. 

sebagaimana umumnya anak kos-kosan, kiriman dari orang tua sering terlambat. Bahkan, habis sebelum waktunya. untuk mengatasi hal itu, isa memberikan jasa les (bimbingan belajar) siswa di beberapa tempat. Dia rela naik bus kota ke sana kemari.

Dia pun cukup beruntung. ada satu wali murid bimbingan yang bersedia memberikan tumpangan tidur hanya di malam hari di rumahnya, di kawasan Gubeng. Bahkan, isa juga mendapat makan malam. setahun dia tidur di sofa rumah muridnya itu. itu berlangsung pada semester 1 dan 2 kuliah. Lantaran ipK-nya memenuhi syarat, isa mengajukan program beasiswa. Bebannya sedikit terbantu berkat beasiswa itu. Memasuki semester 3 dia bisa kos. Kegiatan memberi les juga tetap jalan. namun, gara-gara sibuk memberi les, prestasi akademiknya melorot. akibatnya, beasiswanya diputus. Meski demikian, aktivitas pembimbingan itu dijalani sampai kuliah di unair rampung. lepas dari unair, isa mencoba menjadi dosen. Dia diterima di its dan berstatus pns. Dia memperoleh fasilitas rumah dinas. setelah dua tahun mengajar, dia mendapat kesempatan melanjutkan studi s-2 di itB melalui program beasiswa. Karena nilai beasiswanya cukup untuk menopang kebutuhan hidup, dia tak perlu berlama-lama di itB. 

Dalam jangka dua tahun, studi s-2 itu kelar pada 1994. pada tahun itu usia isa sudah menginjak 30 tahun. Waktunya menikah. Dia pun menikah.

Ketagihan Beasiswa

Nikmatnya studi dengan fasilitas beasiswa, membuat isa ’’ketagihan’’. Dia pun mencari program serupa untuk studi lanjutan di luar negeri. isa mencari informasi dan menyurati sejumlah kedutaan asing di indonesia. Barangkali negaranya membuka kesempatan belajar dengan beasiswa. tak kurang dari sepuluh surat dikirim ke kantor-kantor kedutaan. namun, hanya Kedutaan austria yang menjawab dan membuka peluang itu. Proses seleksi kandidat dilakukan di Jakarta. tapi, isa tak punya cukup uang untuk pergi ke Jakarta. Maka, peluang itu pun diabaikan. namun, beberapa hari kemudian, ada pemberitahuan bahwa interview dipindahkan ke Jogjakarta. Dia sedikit lega meski ongkos ke Jogja masih jadi problem. Dia sungguh beruntung. ternyata ada pemberitahuan susulan bahwa wawancara dipindah ke its.

Ketika wawancara seleksi itu terdapat 15 kandidat. semuanya berpakaian rapi dan berdasi. Hanya isa yang berpakaian biasa. Bahkan, saat wawancara tangannya masih berlepotan kapur seusai mengajar. Dari seleksi itu, dua orang dinyatakan lulus. salah satunya isa.

Beberapa jam menjelang berangkat ke austria via Jakarta pada september 1995, putra pertamanya lahir. anaknya yang kini duduk di semester Vii its itu hanya sempat ditungguinya selama dua jam. setelah itu dia berangkat.

Dua setengah tahun kemudian, istri dan anaknya menyusul ke austria. studi s-3 di austria diselesaikan pada Oktober 1998. Kini, ayah tiga putra itu menghabiskan banyak waktunya di its. 

Beberapa jabatan pernah diemban selama berkarir di its. Misalnya, kepala program pascasarjana Matematika (2008–2012), kepala laboratorium ilmu Komputer (2013–sekarang) dan anggota senat akademik (2014–2019). Sebagai alumnus unair, isa berharap unair membuka banyak peluang kerja sama dengan pola kemitraan dan memberdayakan jaringan alumni. *

Copyright © Universitas Airlangga