Ciptakan Aplikasi sebagai Solusi Permasalahan Kesehatan Mental
“Tidak hanya menciptakan sebuah bisnis, tapi bagaimana kita bisa menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh orang lain,”
Jauh sebelum konsep kesehatan mental atau “mental health” mendapat sorotan, Audrey Maximillian Herli sudah memiliki kepedulian terhadap hal ini. Berawal dari pengamatan terhadap banyaknya status curhat teman-temannya di media sosial yang justru berujung perundungan, ia kemudian menyadari bahwa stigma negatif masyarakat terhadap kesehatan mental masih sangat kuat.
Dari Lingkup Kampus Hingga Terima Pengakuan Global
Maxi, sapaan akrabnya, kemudian terdorong untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Saat itu, Maxi yang masih berstatus sebagai mahasiswa semester terakhir di Universitas Airlangga menyiapkan aplikasi layanan konseling bagi mahasiswa secara gratis. Ia juga mengumpulkan mahasiswa jurusan Psikologi yang dapat menjadi konselor bagi teman-teman kampus yang membutuhkan. “Membantu sesama adalah hal yang mulia. Itu sebabnya, saya membuat platform bagi mereka yang membutuhkan bantuan psikolog,” ujarnya.
Di tahun 2015, Maxi bersama kakaknya, Audy Christopher Herli, kemudian mengusung layanan ini dalam program Inkubator Startup Sprint Surabaya besutan walikota saat itu, Tri Rismaharini. Dengan nama Riliv, Maxi berhasil menjadi tiga besar tim startup terbaik, dan menyadari bahwa ia dapat mengubah visinya menjadi bisnis jangka panjang.
Sejak saat itu, aplikasi Riliv semakin dikembangkan demi memenuhi kebutuhan pelanggan. Hingga kini, Riliv semakin menunjukan perkembangannya melalui penghargaan yang terus didapatkan. Sebut saja penghargaan Google Business Group’s Story Search, Best Sustainable Startup dari koran Tempo, serta penghargaan Google Play Best Unique App 2019. Riliv juga telah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Salah satunya adalah Visinema Pictures, rumah produksi film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI).
Sebagai aplikasi konseling dan meditasi online pertama di Indonesia, Riliv telah berhasil merangkul lebih dari 1000.000 pelanggan di seluruh Indonesia. Di awal tahun 2022 lalu, Riliv juga berhasil meraih pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh East Ventures.
Bukan Sekedar Bisnis
Meski mencatatkan prestasi yang luar biasa, Maxi menyebutkan bahwa pencapaian tersebut bukanlah tujuan utama dari Riliv. Maxi selaku CEO dan Co-Founder Riliv berharap perusahaan rintisannya dapat semakin membantu banyak orang dalam menuntaskan permasalahan kesehatan mental.
Riliv telah membantu lebih banyak orang mengakses layanan kesehatan mental dengan terobosan online di dunia psikologi. Riliv diharapkan dapat terus membangun resiliensi masyarakat dalam menghadapi masalah psikologis, membangun ekosistem yang ramah kesehatan mental, serta mengubah stigma kesehatan mental yang tabu menjadi hal yang perlu diprioritaskan.
Melalui dampak signifikan yang diberikan oleh startup ini, Maxi dan Audy, berhasil menjadi satu di antara daftar 30 Under 30 Forbes di tingkat Indonesia dan Asia pada tahun 2020 untuk kategori Healthcare & Science. Pada tahun 2016 silam, Maxi juga berhasil masuk dalam 16 besar Young Social Enterprise (YSE) di Singapura.
Gigih Eksplorasi
Semasa berkuliah di jurusan Sistem Informasi Universitas Airlangga, Maxi sering mengikuti berbagai kompetisi di bidang teknologi dan bisnis. Dari sekian banyak kompetisi, Maxi berhasil membawa pulang beberapa kemenangan membanggakan, diantaranya yakni Peringkat pertama Djarum Black Apps Competition 2013 dan Peringkat pertama AndroidOne #SatuMulai Competition Google Indonesia 2015.
Ambisinya mengikuti ragam perlombaan, tak lain berdasarkan keinginannya untuk terus mengeksplorasi hal yang ia sukai, yakni bagaimana teknologi dapat membantu manusia. “Banyak di antaranya tidak berhasil, tapi saya mendapatkan banyak pengalaman dan pembelajaran berharga,” sebut awardee Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) 2017.
Maxi menyebutkan, Riliv saat ini merupakan hasil akumulasi dari pembelajarannya melalui kegagalan dan keberhasilan proyek-proyek sebelumnya. Baik dalam kegagalan maupun keberhasilan, terdapat hal yang selalu bisa dipelajari. “Kegagalan itu perlu. Dalam sebuah bisnis, kegagalan justru membuat bisnis dapat belajar dan akhirnya berkembang. Bukan yg dihindari tapi harus dijalani,” ujar Maxi.
Mengenai jalur karir yang ia tempuh, Maxi mengaku tidak memiliki bayangan bahkan setelah menginjak semester akhir perkuliahan. “Sebenarnya saya tidak pernah kebayang untuk jadi apa, tapi saya tahu bahwa saya antusias di bidang teknologi,” jelasnya.
Maxi bersyukur bisa berkuliah di UNAIR yang memiliki beragam program studi, sehingga ia dapat memperluas sudut pandang dari berbagai keilmuan. Kelebihan ini juga menjadi satu potensi yang dimanfaatkan oleh Maxi, dalam perintisan Riliv sebagai layanan psikologi. “Saya akhirnya bisa kenal dengan mahasiswa-mahasiswa dari jurusan lain, salah satunya Psikologi. Jadi saya kemudian mengajak teman-teman Psikologi ini untuk menjadi Konselor dalam aplikasi tingkat kampus untuk membantu teman-teman yang sedang memiliki masalah, atau mendengarkan curhat secara aman,” jelasnya.
Jadi Mentor dalam Pengembangan Startup
Kini, selain memimpin perusahaan rintisan Riliv, Maxi juga aktif menjadi pembicara dalam berbagai acara bisnis ternama baik di dalam maupun luar negeri. Karena telah berkecimpung di dunia bisnis dan teknologi sejak lama, Maxi juga sering dipercayai sebagai mentor bagi bakal calon perusahaan rintisan dalam sebuah kompetisi maupun inkubator. Maxi berharap dapat terus berkontribusi meningkatkan perusahaan rintisan yang tidak hanya tercipta, namun juga dapat menuntaskan semakin banyak permasalahan di dunia.