Eko Sunarko

Arek Mojokerto Meniti Karir Berbasis Ikhlas

Gedung Granadi di Rasuna Said, Kuningan, Jakarta merupakan segitiga emas kawasan bisnis di ibu kota. PT Humpus menempati salah satu lantai atas di Gedung Granadi tersebut.

Pagi sebelum rencana bertemu siangnya, Direktur Utama PT Humpus Eko Sunarko, S.E. Mengkonfirmasi. ”Jam 14.00, Pak,” katanya.

Ruang kerja pria kelahiran Mojokerto cukup luas dan lega. Ruangnya ditata dengan pola yang simpel. Nyaman dan mudah memandang keluar.

”Saya baru hitungan bulan menjadi Dirut. Pada 1 April 2016,” kata Eko memulai cerita perjalanan karirnya sejak lulus dari Fakultas Ekonomi (FE) –kini Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB)– Unair.

Sebelum masuk Humpus, Eko menjabat Dirut PT Pupuk Iskandar Muda (Aceh) pada November 2012 sampai 12 Januari 2016.

”Sebelum itu, November 2010 sampai Oktober 2012, saya Dirut PT Pusri, Palembang,” ujarnya. Dan, sebelum di Pusri dia delapan belas tahun (1982–2010) bekerja di PT Pupuk Kaltim di Bontang.

Di perusahaan BUMN yang memproduksi pupuk di Bontang itu, karirnya sampai ke puncak. Pada 2004–2010 Eko menjadi direktur keuangan PT Pupuk Kaltim.

Jauh sebelum itu, satu tahun sebelum menyelesaikan kuliah di FEB Unair (1981–1982) dia sempat bekerja di Kantor Akuntan CT (Capelle Tuanakotta) di Surabaya. ”Saya juga sempat menjadi asisten dosen di STIPAK (kini, Stiesia) di daerah Menur Surabaya,” kata bapak satu anak yang menetap di Yogya itu.

Pelajaran Spiritual dari Krisis 1998

Sebagai orang yang lama malang-melintang dalam teknik dan kebijakan keuangan, Eko sempat menjadi pribadi yang rasionalis dan pragmatis. Peluang untung rugi menjadi fokus perhatian dalam setiap tindakan terkait keuangan.

Itu pula yang sempat menghinggapi jalan pikiran Eko. Sebab, sejak kuliah di FEB, dia memang ditempa dalam pembelajaran sistem keuangan dan akuntansi.

Namun, krisis moneter 1998 mengubah orientasinya. Dari pribadi rasionalis pragmatis menjadi pribadi yang ikhlas spritualis.

Tahun itu Eko membeli rumah di Jakarta dengan nilai perhitungan kurs mata uang asing. Berselang beberapa hari kurs rupiah anjlok. Eko mengaku sempat galau. ada perasaan menyesal. ”Kalau saja pembelain rumah ditunda, saya akan untung besar dari perubahan kurs rupiah yang turun anjlok,”tuturnya.

Tidak lama kemudian dia bertemu seorang ustad yang juga koleganya. Sang ustad justru menasihati Eko bahwa rezeki itu sudah ada yang mengatur.

”Tidak perlu disesali,” kata Eko menceritakan pengalaman pribadinya.

Sejak itu eko melakukan transformasi menjadi pribadi yang ikhlas dan penyabar. ”Saya tidak ngoyo dalam bekerja, meskipun harus tetap fokus dan serius,” tandas pria yang hobi golf ini.

Unair Harus Studi Komparasi

Eko mengaku memantau perkembangan Unair. Dia tahu saat ini ranking Unair turun, baik di Asia maupun Indonesia. ”Mau tidak mau Unair harus melakukan studi banding untuk mengetahui penyebab turunnya ranking tersebut,” kata bapak satu putri dari Nadia Naraswati ini.

Eko juga menyarankan agar dosen yang ngobyek di luar pendidikan harus dibatasi. ”Kalaupun ngobyek, harus sejenis dengan keilmuannya,” lanjutnya.

Level alumni juga harus meningkatkan kebersamaan dalam korps ikatan alumni universitas airlangga (IKA UA).

”Selama ini korps alumni Unair lemah. Banyak alumnus yang seolah merasa bukan alumni Unair,” ujar eko.

Copyright © Universitas Airlangga