Eva Kusuma Sundari

Perempuan dengan Energi Merua

Pada pertengahan 2009, seiring dengan pengesahan uu susunan dan Kedudukan (susduk), harapan baru dari kalangan civil society mengarah ke gedung para wakil rakyat. Di uu itu Badan akuntabilitas Keuangan negara (BaKn) resmi masuk sebagai salah satu alat kelengkapan baru yang dimiliki DpR.  Bukan hanya mendukung dan mengapresiasi. sejumlah aktivis yang sebelumnya gencar menyorot kinerja parlemen yang melempem, ketika itu, justru aktif membackup. Di antaranya, menginisiasi forum-forum kajian dan diskusi dengan tema seputar akuntabilitas keuangan negara. semua itu dilakukan tidak lain untuk menyambut kelahiran BaKn agar nanti bisa langsung berperan secara maksimal. Disepakatinya BaKn menjadi salah satu alat kelengkapan DpR tentu tidak melalui proses instan. ada jalan panjang nan berliku. Dan, di dalam setiap fase yang dilewati itu, ada peran sentral eva Kusuma sundari. Era reformasi mau tidak mau telah membuka mata banyak orang terhadap kinerja parlemen. Kritik dan sorotan tajam dari sejumlah kelompok masyarakat mengalir. Menghadapi situasi tersebut, harus diakui bahwa banyak anggota DpR yang menutup mata dan telinganya. namun, di sisi lain, tidak sedikit yang gelisah. eva termasuk di antaranya. Pada sekitar akhir 2005, belum lama setelah melangkah ke DpR sebagai pengganti antar waktu (paW), eva sudah terlibat aktif dalam tim Kajian peningkatan Kinerja DpR. Dia duduk sebagai wakil ketua, mewakili Fraksi pDip. Fokus perhatiannya pada peningkatan kinerja di bidang anggaran. 

Namun, sesuai namanya, kera tim memang baru sebatas identifikasi masalah Misalnya, kinerja DpR bisa ditingkatkan dengan menaikkan pula fungsi pengawasan di bidang anggaran. pada masa-masa tersebut fungsi itu relatif berjalan lemah. Bukan hanya tidak berdaya di hadapan pemerintah saat membahas draf RapBn yang begitu rigid. pengawasan dalam hal penggunaan apBn juga minim. Meski sudah berhasil merumuskan penyakit yang diderita, eva tetap gelisah. Dia belum bisa menemukan formula paling pas untuk dijadikan obat. Kegelisahan itu kemudian ditangkap putra salah satu petinggi yang kebetulan menjadi fasilitator di World Bank. eva lantas ditawari mengikuti studi singkat selama 3 minggu di Australian Public Accounts Committee, di Melbourne. Sepulang dari sanalah eva mulai gencar memperjuangkan pembentukan BaKn. terutama, setelah dia dipercaya fraksinya untuk ikut menggawangi pembahasan Rancangan uu susduk. perjuangan panjang untuk meyakinkan fraksi-fraksi lain agar menyetujui pembentukan badan baru itu harus dijalani dalam kondisi perut yang terus membesar. Maklum, saat itu dia hamil tua anak kedua, buah pernikahannya dengan Jose antonio amorim Dias. secara garis besar BaKn adalah alat kelengkapan DpR yang menindaklanjuti audit BpK (Badan pemeriksa Keuangan) atas proyek-proyek bermasalah dan diduga terkait korupsi di DpR. sejumlah dampak internal dari keberadaannya tidak bisa dibantah. Selama lima tahun pertama, terbentuknya kelompok kerja (pokja) pengawasan pemerintah di beberapa komisi di DpR tindak lanjut dari temuan lapangan BaKn. Di antaranya, pokja Kasus proyek Flu Burung di Komisi iX, pokja Kasus pliK/M-pliK (pusat layanan internet Kecamatan/Mobil-pliK) di Komisi i, atau juga pokja Kasus Hambalang di Komisi X.

Hal tersebut notabene merupakan tradisi baru. sebelum ada BaKn, pengawasan keuangan tidak pernah dilakukan. laporan BpK tidak pernah ditindaklanjuti dan sekadar menjadi tumpukan berkas usai diserahkan ke DpR. Bukan hanya internal. Dari sisi eksternal, dampak BaKn juga terasa dan membanggakan DpR secara kelembagaan. terbentuknya BaKn telah menjadi perhatian Global Organization of Parliamentarians for Anti-Corruption (GOpac). institusi itu dianggap sebagai terobosan parlemen dalam memerangi korupsi. Karena kualitasnya pula, BaKn DpR juga menjadi jujugan studi banding sejumlah negara. Misalnya, Malaysia, timor leste, Vietnam, dan Myanmar. Sayangnya, BaKn tidak berumur lama. Meski tercatat sebagai alat kelengkapan DpR yang paling akuntabel dan berbiaya paling sedikit, sekitar Rp 3,7 miliar per tahun, BaKn akhirnya dihapuskan pada 2014. Yaitu, lewat proses politik pengesahan undang-undang MpR, DpR, DpD, dan DpRD (uu MD3). Tentu, banyak pihak yang dibuat kecewa atas keputusan parlemen tersebut. tak terkecuali eva yang kembali masuk ke parlemen menjadi wakil rakyat untuk periode ketiganya. Berbeda dengan periode-periode sebelumnya yang banyak menceburkan diri pa da isu hukum dan HaM, eva kini memilih kembali fokus ke basic-nya. Dia masuk ke Komisi Xi DpR yang membidangi keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan nasional. 

Aktivis Mahasiswa dan Pergerakan

Usai menempuh kuliah s-1 di Jurusan studi pembangunan, Fakultas ekonomi, unair, pada 1991, eva melanjutkan studi magister di the Hague the netherlands, lulus 1996. Kemudian, dia meneruskan lagi di university of nottingham, united Kingdom (uK) dan lulus pada 2000. Sejak masih s-1, energi eva memang meruah. Di luar aktivitas akademik, dia aktif dalam sejumlah organisasi dan kegiatan. Baik di dalam maupun luar kampus. Mantan ketua senat perempuan pertama Fe itu sempat terjun di Gerakan pramuka, Wanala, hingga menjadi penulis di majalah kampus SEKTOR. Di luar itu, dia juga sempat aktif di Gerakan Mahasiswa nasional indonesia (GMni). Selain capaian akademik, berbagai aktivitas itu pula yang mengantar eva terpilih sebagai mahasiswa teladan se-unair. Dia juga terpilih sebagai lulusan terbaik ketika itu. Energi melimpah eva berlanjut ketika diangkat menjadi staf pengajar di Fe unair. Dia termasuk yang terlibat dalam aksi demonstrasi di kampus, bertitel urun rembug anti-Bppc (Badan penyangga dan pemasaran cengkih). aksi mengkritik pemerintah Orba pada sekitar 1991 itu terhitung demo pertama yang dilakukan di internal unair. Aktivitas eva dalam aksi itu membuat statusnya sebagai dosen muda terancam. Beruntung, ketika itu, prof. soetandyo Wignjosoebroto (prof. tandyo), dan Dr. tjuk K. sukiadi (pak tjuk) tampil membela. Dua sosok itulah yang membuat eva merasa happy selama mengabdi di unair. sebab, energinya yang membludak menjadi tetap bisa tersalurkan.  Di luar kampus eva juga aktif di dunia pergerakan. aktivitasnya di salah satu lsM yang konsen pada persoalan buruh juga membuatnya pernah ikut merasakan dibuntuti dan diburu aparat korem, termasuk saat melakukan pertemuan terbatas bersama para aktivis lainnya.  Masih terkait aktivitas buruh itu pula, eva sempat mengantarnya menggawangi pokja Marsinah bersama almarhum Munir. Di tingkat nasional pokja itu dipimpin oleh teten Masduki yang kini menjabat sebagai kepala Kantor staf Kepresidenan (Ksp). Berbagai kegiatan itu tetap dilakukan tanpa meninggalkan tanggung jawab mengajar di unair. almamater yang diharapkannya bisa tetap menjaga dan memelihara api semangat perjuangan para civitasnya. (*)

Copyright © Universitas Airlangga