Berawal dari Hobi Membaca hingga Lahirkan Banyak Karya Sastra
Eko Darmoko, S.Hum merupakan alumni Sastra Indonesia Universitas Airlangga (UNAIR) lulusan tahun 2009. Pemilihan jurusan Sastra Indonesia dilatarbelakangi oleh ketertarikan Eko pada kegiatan membaca.
“Dari ketertarikan membaca saya mulai mengenal berbagai literatur, bacaan, dan tokoh sastra hingga akhirnya memutuskan untuk memilih jurusan Sastra Indonesia,” jelasnya.
Kesukaan pada Dunia Kreatif
Selama kuliah, salah satu mata kuliah yang disenangi oleh Eko adalah tentang proses kreatif, kepenulisan, khususnya prosa. Selain itu juga terdapat mata kuliah dramaturgi yang nantinya satu kelas akan membuat pentas drama untuk ditampilkan di akhir semester.
Kesukaan pada dunia kreatif juga yang akhirnya membuat Eko menjadi ketua unit kegiatan mahasiswa (UKM) Teater UNAIR.
Terdapat pengalaman yang cukup berkesan bagi Eko selama menjadi ketua UKM teater. Yaitu ketika dia coba-coba memasukkan proposal dan video untuk seleksi project parade teater di Slovakia. Upaya coba-coba tersebut justru mendapatkan feedback yang baik dari panitia sehingga proposal dan video diterima, lantas Teater UNAIR diundang ke Slovakia. Namun karena berbagai situasi dan kondisi, Eko dan rekan-rekannya di UKM Teater Unair tidak jadi berangkat ke Slovakia.
Menjadi Wartawan Sekaligus Penulis Sastra
Wartawan dan penulis karya sastra merupakan pekerjaan yang berbeda meski keduanya sama-sama membutuhkan keahlian menulis. Sebagai wartawan, Eko dituntut untuk menyajikan fakta dalam tulisannya. Tidak boleh dilebihkan atau dikurangi, terlebih memasukkan opini.
“Wartawan yang baik adalah yang independen, tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun dan apa yang disajikan sesuai dengan fakta,” terang Eko.
Sementara itu, penulis sastra memiliki kebebasan dalam berekspresi. Tidak dibatasi oleh apapun. Melalui karya sastra dia juga bisa merekam peristiwa nyata yang ditampilkan dalam cerita fiksi.
Sepekan Hidup di Kapal
Salah satu pengalaman paling berkesan bagi Eko selama menjadi wartawan adalah ketika dirinya mendapatkan tugas untuk meliput di kapal induk Amerika yang bersandar di Tanjung Perak untuk latihan bersama TNI AL. Selama liputan, Eko turut hidup di kapal yang berlayar menuju bagian selatan pulau Sulawesi.
Sekitar sepekan di kapal Eko juga menjadi tahu bagaimana kehidupan anak buah kapal (ABK) tentara Amerika yang berbaur dengan beberapa tentara Indonesia. Eko juga mendapatkan pengalaman melintasi wilayah-wilayah yang belum pernah dia temui sebelumnya.
Tak hanya di dalam negeri, Eko juga pernah dikirim ke Jepang untuk liputan. Di Jepang, tepatnya di Pulau Kyushu, Eko dan rekan-rekannya ditugaskan meliput agenda Pemkot Surabaya yang bekerja sama dengan Pemkot Kitakyushu Prefektur Fukuoka dalam hal pengelolaan limbah dan sampah.
Selain bertugas untuk pergi meliput dalam waktu lama, pengalaman seru lainnya adalah merasakan hal-hal di lokasi baru, dengan situasi, dan kondisi yang asing pula.
Pengalamannya di dunia jurnalistik, Eko dan beberapa sejawat wartawan yang lain pernah menerima keberatan dari salah satu tokoh di Indonesia terkait tulisan yang mereka buat. Ketika menghadapi kondisi tersebut, sebagai wartawan Eko tetap menampung hak jawab dari narasumber untuk dimuat di edisi berikutnya.
“Dalam jurnalistik kita harus melihat dalam dua kacamata. Berimbang. Apabila ada yang protes kita sambung untuk dimuat di edisi berikutnya,” lanjutnya.
Perjuangan Menjadi Sastrawan
Menjadi sastrawan juga tidak kalah menariknya. Eko harus merasakan berkali-kali ditolak oleh penerbit ataupun media massa. Meski begitu, rasa cintanya pada dunia sastra tidak memudar.
“Kadang merasa, oh gini ya rasanya ditolak. Tapi lambat laun saya merasa kebal,” ucap Eko.
Eko tetap aktif menulis karya-karya baik berupa cerita pendek (cerpen) maupun novel. Pada tahun 2015, kumpulan cerpennya yang berjudul “LadangPembantaian” diterbitkan oleh Pagan Press. Pada tahun 2021, kumpulan cerpen yang berjudul “RevolusiNuklir” diterbitkan oleh BasaBasi. Serta yang paling terbaru, novel “Anak Gunung” diterbitkan oleh Pelangi Sastra pada tahun 2022.
Apresiasi dari Berbagai Pihak
Karya-karya Eko akhirnya mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Pada tahun 2019, Eko dinobatkan menjadi salah satu cerpenis terbaik dalam sayembara menulis cerpen Dewan Kesenian Surabaya. Pada tahun yang sama, Eko lolos kurasi dan menjadi peserta dalam Borobudur Writers and Cultural Festival.
Pada tahun 2021, buku kumpulan cerpen “Revolusi Nuklir” masuk dalam sepuluh besar Anugerah Kusala Sastra Khatulistiwa. Serta yang paling terbaru, Eko masuk dalam daftar 10 penulis emerging Indonesia dalam Ubud Writers and Readers Festival 2022.
“Sebelum masuk dalam daftar penulis di Ubud Writers and Readers Festival 2022, saya sudah empat hingga lima kali mengirim karya untuk seleksi, namun ditolak hingga tahun ini akhirnya terpilih bersama sembilan penulis lainnya,” jelas Eko.
Motivasi dan Idola
Kecintaannya pada dunia kepenulisan yang membuat Eko bertahan hingga saat ini. Selain itu, beberapa tokoh juga menginspirasinya untuk terus menghasilkan karya yang berkualitas. Yaitu Pramoedya Ananta Toer dan Ernest Hemingway. Keduanya memiliki background yang sama dengan Eko, yaitu seorang wartawan sekaligus sastrawan.
“Karya sastra Pramoedya Ananta Toer memiliki gaya bahasa yang sangat jurnalistik. Seperti reportase berjalan. Ernest Hemingway juga pernah meliput Perang Dunia. Karya jurnalistik dan sastranya sama-sama bagus,” ucap Eko menerangkan.
Pesan dan Harapan
Kepada para mahasiswa dan alumni yang memiliki ketertarikan di dunia kepenulisan, hanya satu kunci untuk bisa menjadi penulis yang baik menurut Eko. Yaitu dengan menjadi pembaca yang baik. Membaca buku sebanyak mungkin. Membaca buku yang berkualitas. Karena dari aktivitas tersebut, awal lahirnya penulis yang bermutu.
Eko juga berharap UNAIR menjadi kampus terbaik di Indonesia. Melahirkan alumni dan mahasiswa yang berprestasi.