Pilih Tekuni Bisnis Media
“Kalau kita tidak mencoba, kita tidak akan tahu batas yang kita punya,”
Mau jadi apa lulusan ilmu sejarah? Begitu pikir Subandi Rianto, seorang Alumnus Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga tahun 2013. Sebagai tamatan ‘anak sejarah’ pria kelahiran 20 Februari 1992 sempat bingung hendak memulai karir. Bertahun-tahun meniti karir, ia kini menjadi Direktur sebuah perusahaan penerbitan bernama Integritas Media yang ia dirikan pada 2021 lalu.
Aktif Organisasi Hingga Sering Terjun Demo
Subandi memulai studi di Universitas Airlangga pada 2009. Sejak awal ia bertekad untuk mengisi waktu kuliahnya dengan mengikuti berbagai kegiatan yang menurutnya bermanfaat. Sebagian besar waktunya ia habiskan pada organisasi. Bisa dibilang julukan ‘Mahasiswa Organisasi’ sangat lekat padanya.
Tercatat, Subandi aktif pada organisasi UKM KI, Ormek, Badan Semi Otonom (BSO), Himpunan Mahasiswa, hingga pernah didaulat menjadi Ketua SKI Fakultas Ilmu Budaya pada tahun kedua. Sementara itu, tahun-tahun terakhir studinya ia dedikasikan di BEM Universitas Airlangga. Selain itu, ia juga pernah menjadi relawan di sebuah Yayasan Sosial Bernama UNAIR Mengajar di tahun pertama kuliahnya.
“Yang paling berkesan adalah BEM Universitas Airlangga. Saya mendapat wawasan yang tidak saya dapatkan selama di bangku kuliah,” terangnya.
Selama di BEM Universitas Airlangga, Subandi mengaku sering ikut demo dan kajian yang membuka wawasan. Mulai dari demo kenaikan SPP di Universitas Airlangga hingga demo kenaikan kasus BBM pada 2012 di DPRD Jawa Timur. “Saya masih ingat saat itu banyak polisi bersenjata disiagakan di Rektorat. Saya juga pernah diwawancara oleh JTV saat demo. Ketika kembali ke kampus ditanyai oleh staff kemahasiswaan ‘gimana mas demonya? Sampean ada di TV’ katanya,” kenang Subandi.
Satu tahun menjadi staff di BEM Universitas Airlangga, Subandi lalu diangkat sebagai Menteri Kebijakan Publik. Jaringanya pun ikut meluas. Ia sering bertemu pengambil kebijakan di Pemprov dan DPR, termasuk jaringan-jaringan tingkat Rektorat. BEM Universitas Airlangga juga memberinya banyak kanal untuk mengakses informasi-informasi publik. Ia bertemu banyak relasi dari rekan BEM kampus lain, seperti ITS, Unsuri Sidoarjo, UPN dan banyak lainnya. Akses itu yang membuatnya membaca banyak data dan dekat dengan pemangku kebijakan.
Dari sini, wawasan yang Subandi dapatkan menumbuhkan kembali semangat menulisnya. Beberapa tahun setelah lulus dari Universitas Airlangga hingga saat ini menjadi Direktur Integritas Media, Subandi masih aktif menulis. Fokus tulisannya pun seputar kebijakan publik. Inilah mengapa BEM Universitas Airlangga terasa spesial baginya. Organisasi yang memberikan cukup banyak kontribusi terhadap karir penulisnya yang dampaknya dirasakan hingga kini.
Tidak Ada Lowongan Kerja yang Cocok
Subandi setuju bahwa perjalanan karir setiap orang memang tidak dapat ditebak. Namun, menurutnya karir lulusan sejarah lebih sulit ditebak. Ada teman kuliahnya yang menjadi pengusaha bakso hingga pebisnis buku. Ia pun semakin bingung harus memulai karir dari mana. Jika tidak jadi guru ya dosen, pikirnya.
Awalnya karir Subandi berjalan sesuai ucapannya. Begitu merampungkan studi, ia kembali ke kampung halaman di Jogja. Dia lantas menjadi guru di Sekolah Alam Yogyakarta Nurul Islam. Tiga tahun kemudian ia mencoba melanjutkan studi S2 dengan Beasiswa LPDP, berharap lulus dengan gelar magister dan menjadi dosen nantinya. Usahanya menembus LPDP tidak langsung berhasil kala itu. Ia baru mendapatkannya setahun kemudian, tepatnya pada 2017. Subandi berhasil masuk di Magister Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM). Celakanya, begitu dia terjun S2, persyaratan dosen kebanyakan adalah lulus S3. Akhirnya ia menuntaskan studi S2 dengan fokus mengembangkan skill menulisnya.
Setelah lulus kuliah, Subandi juga sempat mencoba masuk ke industri maupun perusahaan, namun ia merasa buntu. Bidang ilmu yang ditekuni berbeda jauh dari kebutuhan perusahaan.
“Jatuh bangun mencoba menembus industri dengan latar belakang sarjana ilmu sejarah cukup sulit. Bahkan pernah ada isu jurusan sejarah bakal ditutup karena kompetensinya tidak sesuai dengan pasar industri. Tidak ada lowongan kerja yang cocok dengan ilmu sejarah,” ujarnya.
Selama studi S2, Subandi mengambil berbagai proyek menulis makalah, buku, jurnal, dan menekuni dunia content writer. Karyanya dulu sering dimuat di media cetak, seperti Koran Surya atau Jawa Pos, Kompas, hingga Republika. Berkat keahlian menulisnya, Subandi kerap menerima tawaran sebagai dosen tamu di beberapa kampus. Salah satunya STAIN Kudus dan UGM.
Kelahiran Integritas Media
Cikal bakal lahirnya Integritas Media adalah sejak ia melamar beasiswa LPDP untuk studi S2 di UGM. Saat itu seluruh kandidat penerima LPDP diwajibkan memiliki prospek proyeksi setelah lulus. Lalu ia berpikir untuk mendirikan Integritas Media sebagai pusat studi sekaligus penerbitan buku.
Apesnya, bisnis yang baru ia dirikan itu harus menghadapi krisis hebat akibat Pandemi Covid-19. Tidak banyak, bahkan hampir tidak ada lagi masyarakat yang membaca buku. Semua beralih ke media daring. Kala itu bisnisnya memiliki lima pegawai yang ditugaskan mengurus penerbitan dan konten.
Tak lama berselang, Subandi melihat sebuah peluang untuk mengembangkan bisnisnya. Ia mengikuti event Pemuda Pelopor Kota Yogyakarta Bidang Pendidikan 2021. Tak disangka ia meraih peringkat pertama. Nama Integritas Media pun mulai ikut dikenal. Sejak saat itu Integritas Media mulai bangkit dan stabil. “Karena lahir pada waktu Corona, tantangannya sangat banyak sekali. Bisnis saya menghasilkan uang ya baru-baru ini. Banyak buku-buku dari SMA SMK dicetak di sini,” ungkapnya.
Hingga kini, Subandi masih terus mengembangkan dan mencari partner yang tepat untuk Integritas Media. Ia berharap Intergritas Media dapat berkembang menjadi Agensi Digital sesuai perkembangan zaman saat ini.
“Kalau saya tidak mencoba, saya tidak akan tau batas yang saya punya. Jadi motivasi saya adalah lebih baik kita mencoba daripada tidak mencoba dan menyesalinya,” tegasnya yakin.