Muhamad Faried

Belajar dari Kehidupan Kangkung

R. Muhamad Faried pada 15 Juni 2016 lalu sudah berusia 74 tahun. namun, mantan bupati lamongan itu masih bugar. Dia masih aktif menjalankan usaha biro perjalanan torindo miliknya di Jalan Jemur andayani surabaya.

Di lantai 2 Gedung torindo, Faried menjalankan roda usaha travel dan umrah bersama beberapa karyawan yang setia bekerja mulai pagi sampai petang. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 16.45. Beberapa karyawan masih menekuni pekerjaan masing-masing. Di ruang lain bersebelahan dengan ruang kerja utama Kantor torindo enam karyawan sedang mendiskusikan program perjalanan umrah. ”saya sehari-sehari sekarang ya seperti ini,” ujar Faried.

Sudah 16 tahun dia mengakhiri jabatan sebagai bupati lamongan. toh, prestasi kerja Faried tidak lekang dimakan waktu. lamongan yang sebelum 1989 tiap tahun langganan banjir Bengawan solo di era Faried amat berkurang drastis. ”Bahkan, lamongan bebas banjir,” lanjutnya. Toh, Faried merendah. Bukan karena semata-mata programnya, lamongan menjadi bebas banjir. ”semua berkat dukungan luas masyarakat,” kata anggota Majelis Wali amanat (MWa) unair ini.

Dia pun memberikan contoh. Ketika itu Menteri pekerjaan umum (pu) Radinal Mochtar meminta Direktur Jenderal (Dirjen) pengairan bertemu Faried sebagai bupati lamongan. Hasil pertemuan itu, agar lamongan bebas dari musibah banjir tahunan harus dibuat sudetan panjang. ada 4 (empat) kecamatan dan 8 (delapan) desa yang arealnya harus dibebaskan untuk pembuatan sudetan.

Ternyata pembebasan lahan sangat didukung masyarakat. Warga rela melepaskan lahan yang terkena pembebasan. Faried sempat bertanya kepada beberapa warga yang tanah terkena pembebasan.

”Kalau tanahnya terkena pembebasan, Bapak tinggal di mana?” ”itu gampang, pak,” jawab warga tersebut.

”Gampang bagaimana?” Faried melanjutkan pertanyaan.

”Kangkung saja bisa hidup di rawa-rawa, masak manusia tidak bisa,” jawab warga itu lagi.

Menurut Faried, banjir tahunan di lamongan saat itu sangat buruk. ”ada 60 ribu hektare lahan dan kawasan pinggiran sungai harus terkena banjir. seperti laut saja lamongan jika sudah waktunya banjir,” ujarnya. Dari situ Faried mengambil pelajaran. ternyata, sesulit apa pun suatu program, jika disampaikan secara benar, masyarakat akan mendukungnya.

Faried juga makin memahami karakter masyarakat lamongan. Mereka ternyata orang-orang yang sabar, ulet, dan memiliki mental yang kuat untuk berusaha. ”lihat saja mereka bisa merantau ke mana-mana, membuka usaha ketika di daerahnya ada kesulitan ekonomi,” katanya.

Tam Yam Sang

Setelah berhasil membebaskan lamongan dari banjir tahunan, Faried mengembangkan program tam yan sang (tambak, ayam, dan pisang). Lingkup utama program ini adalah lahan tambak tidak lagi hanya sebagai lahan monoproduksi. tidak monokultural, tetapi multikultural. lahan tambak diganti-ganti. Setelah ikan, bisa jadi lahan peternakan ayam. Bisa pula menjadi lahan tanam pisang.

Ketika itu, tam yam sang mendapat respons bagus dari pemerintah pusat. Bahkan, Menteri Riset dan teknologi B.J. Habibie datang ke lamongan untuk membantu program tersebut. Ada beberapa ahli riset dan teknologi (ristek) ditempatkan di lamongan untuk turut memajukan tam yam sang dari sisi teknologi. ”sejak itu lamongan mulai keluar dari tiga besar terbawah dari paling buruk keterbelakangannya,” ujar Faried menceritakan pengalamannya sebagai bupati.

Copyright © Universitas Airlangga