Lia Natalia Hinting

Sedih bila Pasien Gagal Hamil
Semua pasien yang konsultasi kehamilan di RSIA Ferina Surabaya memikul harapan besar: ingin segera punya anak. Obsesi itu terwujud dalam ber­bagai ekspresi, selaras dengan karakter masing­-masing. Salah satu tim dr. Aucky yang melayani pasien peserta program bayi tabung dengan berbagai kar akter dan ekspresi tersebut adalah dr. Lia Natalia Hinting M.Sc.

Dokter Lia Natalia Hinting M.Sc. akrab disapa dr. Lia. Dokter perempuan yang sangat ramah ini merupakan salah satu dokter di RSIA (Rumah Sakit Ibu dan Anak) Ferina di Jalan Irian Barat, Surabaya. Ferina di Jalan Irian Barat, Surabaya. Laboratorium Embriologi di RSIA Ferina. Dia bertugas memantau dan mengawasi perkembangan pembentukan embrio. Cikal-bakal bayi dalam program IVF di RSIA Ferina.

Banyak pengalaman dipetik dr. Lia. Banyak sukanya, tetapi juga banyak duka. Misalnya, kata dr. Lia, ada pasien yang terkesan setengah hati. Biasanya pasien seperti ini memiliki ekspresi dengan tanda tanya tinggi. 
Sikap itu tercermin dalam raut wajah masam dan rewel setiap kali dilakukan pemeriksaan. Namun, tak sedikit pasien yang berpendapat bahwa kehadirannya ke RSIA Ferina merupakan sebuah ikhtiar dan usaha yang memang harus dijalani. Sikap itu terwujud dalam keikhlasannya menjalani pemeriksaan, sering berdoa, dan tawakal (pasrah kepada Yang Mahaagung).

Gagal Hamil, Bawa Pulang embrio
Dokter Lia hafal betul dengan berbagai karakter itu. ’’Rata-rata yang terlalu menuntut, banyak yang belum dikabulkan (hamil) oleh Tuhan. Sementara yang pasrah lebih sering dikabulkan,’’ katanya.
Kadang perhitungan di atas kertas berbalik dengan kenyataan. Embrio yang secara teoretis bagus tidak tumbuh menjadi janin. Sedangkan yang –menurut istilah dr. Lia– underdog, justru terjadi kehamilan. Kejadian-kejadian di luar logika itu memunculkan moto: Anak tak bisa dibeli, tak bisa ditolak. ’’Kami tak pernah bisa memastikan. Tapi, angka keberhasilan kami tinggi,’’ ujarnya. 
Meski demikian, cerita dr. Lia, dari banyak pasien dengan berbagai macam karak ter itu, hanya ada dua yang mengambil embrio bekunya dari RSIA Ferina. ”Alasannya, tidak bisa hamil,” tuturnya.
Sebetulnya ada klausul yang ditandatangani pasien. Isinya, embrio beku yang disimpan di RSIA Ferina harus ditanam di RS tersebut. Tak boleh diambil. ”Tapi, kalau pasien memaksa, dokter di Ferina tak bisa berbuat banyak,” lanjut dokter alumnus Fakultas Kedokteran Unair ini.

Berkutat dengan sperma dan sel Telur
Tim embriologi yang dikomandani dr. Lia setiap hari berkutat dengan sperma dan sel telur. Mereka lantas ”meraciknya’’ menjadi embrio. Tim yang terdiri atas dr. Lia, dr. Eva, dan dokterdokter lain itu bak prajurit-prajurit tangguh. Mereka harus mengawal proses itu agar menjadi embrio jagoan. 
Seni meracik benih itu butuh kepiawaian khusus. Selain telaten, harus titis (jitu). ’’Setiap hari diperiksa. Kalau sampai PH-nya berubah, suhunya berubah, kita kalang kabut karena sudah kayak anak kita sendiri,’’ ujar ibu dua anak itu. ’’Jadi, kalau pasien itu hamil, kita ikut senang. Pasien gagal, kita ikut sedih.’’
Penanaman embrio ke rahim merupakan tahap awal dalam proses kehamilan. Sebelumnya, pasien bayi tabung harus melakukan serangkaian pemeriksaan. Antara lain, periksa darah, konsultasi dengan dr. Aucky dan dokter spesialis obgyn. Kemudian, mereka masuk klinik suntik.
Proses suntik berlangsung setiap hari untuk membesarkan telur dan mengecek kematangan hormon. Pada hari yang ditentukan dilakukan pengambilan sel telur dan sperma pada pukul 06.30 WIB.
Tim obgyn dan embriologi mencari sel telur dengan bantuan USG. Kantung telur disuntik dan cairannya disedot, lantas dimasukkan tabung. Tabung tersebut dioper ke Laboratorium Embriologi. ’’Kami terima, langsung kami cari dengan bantuan mikroskop. Nanti dapat (sel telur) berapa, kami laporkan,’’ paparnya.

Pengambilan sperma dilakukan dengan masturbasi. Sperma tersebut lantas dikirim ke laboratorium andrologi di luar RS. Hasilnya dilaporkan dan dikirim kembali ke RS. ’’(Sperma) kita cuci, kita preparasi. Kalau bagus, bersih, kita ambil.’’
Namun, tidak semua pria mengandung sperma. Dalam istilah medis disebut azoospermia (nol sperma). Dalam kasus ini dokter spesialis urologi akan mengambil tindakan operasi. ’’Tapi, tidak semua sperma kosong dilakukan operasi. Ada yang kosong, dengan hormon baik,’’ katanya.
Mencari sperma, antara lain, dilakukan dengan menyuntik saluran sperma den gan jarum kecil. Tentu saja sebelumnya pasien diberi obat antinyeri atau bius lokal. Cairan spermanya diambil, lalu dilihat, dicari satu-satu di bawah mikroskop. Jika ditemukan sperma, penyuntikan dihentikan.
’’Kalau tidak ada, terpaksa kita buka jaringan testisnya. Kemudian kita ambil sedikit dagingnya. Daging itu kemudian dicacah, kita cari satu per satu sperma dari pusatnya. Tiga-empat, pokoknya sejumlah calon telurnya dia,’’ papar alumnus FK Unair 2004 itu.
Tingkat keberhasilan hamil –pengambilan sperma melalui masturbasi dengan operasi– tidak ada bedanya. ’’Keberhasilan juga bergantung pada usia istrinya. Kalau istrinya muda, sel telur bisa mengompensasi kekurangan sperma itu,’’ kata ibu muda tersebut.
Tim dr. Aucky memang berusaha optimal untuk memenuhi harapan pasien agar hamil dan punya anak. ’’Suami gak punya sperma yang bingung kita, istrinya gak bingung,’’ kelakar dr. Lia. ’’Kita selalu bilang; berdoa ya Pak…. Kita berdoa supaya lancar. Sebab, mereka belum tentu bisa mengeluarkan sperma karena penuh tekanan.’’
Pasien dr. Aucky tidak harus melahirkan di RSIA Ferina. Mereka dipersilakan melahirkan di tempat lain. Setelah dinyatakan hamil, dua minggu dari tes darah mereka melakukan cek lab. Dua minggu lagi cek USG kantung, lalu pulang. 
’’Biasanya pasien kami menunggu sampai USG kantung. Kalau nggak, setelah cek darah, mau pulang ya silakan. Haknya pasien mau nyaman melahirkan di mana. Kami hanya melayani sampai hamil,’’ jelasnya.
Putri pertama dr. Aucky itu lulus FK Unair pada 2004. Sempat mengikuti PTT Unair pada 2005, lalu bergabung dr. Aucky di RS Siloam. Sebelum memperkuat tim di RSIA Ferina, dr. Lia melanjutkan studi di Eastern Virginia Medical School The Jones Institute untuk mendapatkan Master of Clinical Embryology and Andrology.
Putri kedua dr. Aucky juga dokter, spesialis obgyn, Nina Natania Hinting. Setelah studi kedokteran di Kanada berlanjut ke Amerika Serikat, dia menetap di negeri Paman Sam itu. (*)
 

Copyright © Universitas Airlangga