Rosilawati Anggraini

Dari Kepala Puskesmas Berujung Cinta Pekerjaan Bidang Bencana

Rosilawati Anggraini adalah alumnus UNAIR yang sukses bekerja di lembaga internasional termasuk di badan PBB. Kiprahnya di dunia kesehatan dan bidang bencana internasional tidak bisa diragukan lagi. Perjalanan karirnya dalam lembaga internasional berkembang sedemikian rupa. Mulai dari bergabung dengan LSM Internasional: International Medical Corps (IMC) sebagai koordinator kesehatan reproduksi di pengungsian dan menjadi master trainer untuk kesehatan reproduksi, World Health Organization (WHO) hingga UNFPA (United Nations Population Fund) sebagai Humanitarian Coordinator dan Spesialis Kesehatan Reproduksi pada situasi bencana di UNFPA Barbados–Karibia, Lao PDR, Indonesia, Mozambique dan Eastern Caribbean berhasil dilakoni dengan baik. Saat ini Rossy bergabung dengan UNFPA Afghanistan untuk mendukung respon krisis di sana.

Dalam kehidupan perkuliahannya, Rossy sapaan akrabnya, berhasil meraih mendapat peringkat kedua pada saat ujian yudisium kelulusan dokter muda kesatu (DM 1). Ia juga termasuk 10 lulusan terbaik pada saat kelulusan dan pelantikan dokter. 

Disela-sela kegiatan mahasiswa kedokteran yang sangat padat, Rossy tetap aktif mengikuti kegiatan mahasiswa, baik di lingkungan fakultas kedokteran dengan turut serta dalam KPLA (Kelompok Pecinta Alam Aesculap). Juga dalam lingkungan kampus, ia turut ikut UKM Basket.

Baginya, dengan ikut serta kegiatan KPLA, ia dapat belajar untuk mencintai bumi dan alam, belajar manajemen dan berorganisasi. Tidak hanya itu, ia juga belajar untuk dapat survive dalam kondisi apapun dengan fasilitas yang terbatas yang ternyata sangat bermanfaat untuk pekerjaan yang digelutinya saat ini. Dengan mengikuti UKM Basket, selain bisa rutin berolahraga, juga dapat berkenalan dan bergaul dengan teman-teman dari berbagai fakultas di kampus UNAIR.

“Saat ini saya bekerja di bidang kesehatan masyarakat (public health) dan pembelajaran yang sangat bermanfaat adalah terkait Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM). Dengan mempelajari ilmu kesehatan masyarakat, kita tidak hanya fokus pada pengobatan (kuratif) dan rehabilitatif, tapi dapat menggunakan pendekatan pelayanan kesehatan yang lebih holistik melalui kegiatan promotif dan preventif. Sehingga segala permasalahan kesehatan bisa dicegah atau ditangani berdasarkan akar permasalahannya,” kenang Rossy.

Berawal dari Tugas Berujung Menjadi Cinta

Setelah lulus pendidikan dokter, Rossy menjalankan kewajiban atau tugas sebagai dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan kepala puskesmas selama 3 tahun di kabupaten Sumenep, Madura.

Bekerja di bidang bencana secara tidak sengaja ia lakoni saat terjadi kerusuhan antara suku Madura dan Dayak. Banyak warga madura diungsikan dari Kalimantan ke Kabupaten Sampang.

“Saya bergabung dengan LSM Internasional: International Medical Corps (IMC) yang berpusat di Amerika. LSM ini memberikan pelayanan kesehatan termasuk kesehatan reproduksi bagi pengungsi Madura. Kemudian bergabung dengan kantor Pusat IMC di Jakarta sebagai master trainer untuk kesehatan reproduksi,” terangnya alumnus angkatan 91 itu.

Saat bencana gempa dan tsunami di Aceh, ia ikut bergabung dengan WHO Banda Aceh di bidang kesehatan anak dan remaja di tahun 2005. Hampir selama 2 tahun terlibat dalam respon bencana di Aceh.

Kemudian, dalam kurun waktu 12 tahun (2005-2017) ia bergabung dengan UNFPA, yakni badan PBB yang bergerak di bidang kependudukan dan kesehatan reproduksi dan bertanggung jawab untuk kegiatan kesiapsiagaan dan respon bencana.

Selanjutnya, dari tahun 2017 hingga sekarang berhasil menjadi konsultan internasional UNFPA dan sebagai tenaga ahli di bidang kesehatan reproduksi pada situasi bencana yang bertugas di berbagai negara di dunia. 

Pekerjaan yang Memiliki Kepuasan Tersendiri

Rossy mengungkapkan bahwa bekerja di bidang bencana memberikan kepuasan tersendiri. Itu karena selain bisa membantu saudara-saudara yang terkena dampak bencana, dengan intervensi dalam waktu singkat. Juga bisa melihat perubahan dan dampaknya pada masyarakat, mempelajari budaya  dan bahasa negara-negara lain, dan memiliki banyak teman baru di berbagai negara.

“Setiap bencana selalu memiliki situasi dan kondisi yang berbeda karena bergantung dari jenisnya, skalanya, kemampuan pemerintah menangani, dan sangat bergantung dengan situasi dan kondisi spesifik di tempat tersebut,” jelas wanita kelahiran Ternate tersebut.

Baginya, penugasan di tempat bencana yang baru selalu menjadi proses pembelajaran dan memberi pengalaman berbeda baik bagi dirinya pribadi maupun kelanjutan kariernya. 

Gemar Menulis

Selain berkecimpung dalam bidang kesehatan reproduksi, ia juga aktif menuangkan pengalamannya dalam bentuk tulisan. Saat ini ia bergabung dengan komunitas penulis wanita di Surabaya, dan sudah memiliki 2 buku antologi yang telah diterbitkan. Salah satunya adalah buku antologi Cinta, Tawa dan Luka – Kumpulan Kisah-kisah Inspiratif dokter Indonesia. Di buku ini Rossy menulis pengalaman  selama bekerja di bidang bencana termasuk tentang peluang kerja bagi dokter di bidang ini, serta tentang peluang untuk bekerja di lembaga internasional seperti LSM internasional ataupun dengan lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Di tahun 2021 ini, ia sedang memulai menulis catatan perjalanan selama bertugas di berbagai tempat dan menyusun buku solo tentang kesehatan mental: pengalaman bagaimana bisa tetap sukses meskipun dengan keterbatasan.

Peroleh Penghargaan

Dalam pengabdiannya, Rossy mengungkapkan beberapa penugasan di beberapa negara menjadi prestasi tersendiri. Seperti; penugasan di kantor UNFPA di Jenewa, Swiss selama 3 bulan di tahun 2013 di kantor PBB tempat pusat koordinasi bencana di tingkat global dan penugasan di kantor UNFPA wilayah regional Asia Pacific di Bangkok di tahun 2014 selama 6 bulan sebagai koordinator respon bencana.

Selain prestasi dalam pengabdian, ia juga mendapatkannya dari ajang perlombaan dengan menjadi finalis Lomba Wanita Karir majalah Femina 2012-2013

Rossy selalu termotivasi untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain dan memberi dampak positif khususnya di bidang kesehatan reproduksi pada saat bencana. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan agar respon bencana bisa lebih baik, kebutuhan kelompok rentan seperti ibu hamil, ibu menyusui, penyandang disabilitas, kelompok lanjut usia, anak-anak dan lainnya dapat terpenuhi. 

“Masih harus bekerja keras untuk memastikan bahwa respon bencana adalah responsif gender dan membantu agar para pengungsi dapat hidup secara layak dan bermartabat di tempat-tempat pengungsian,” pungkasnya.*

Riwayat Pekerjaan

  • Konsultan international

    UNFPA (penugasan di Sierra Leone, Barbados, LaoPDR, Indonesia, Mozambique, Eastern Caribbean, Afghanistan)

    2017 - now

  • UNFPA Indonesia (United Nations Population Fund)

    2005 - 2017

  • National Programme Officer

    WHO

    2005

  • International Medical Corps (IMC)

    2001 - 2003

  • Kepala Puskesmas Batuputih, Kabupaten Sumenep

    1998 - 2000

Riwayat Pendidikan

  • Pendidikan master di bidang Management of Development (MMD)

    Turin University - Italy

    2014 - 2015

  • S1 Kedokteran

    Universitas Airlangga

    1991 - 1997

Alumni Berprestasi

Copyright © Universitas Airlangga