Ariyanti Kurnia Rakhmana

Lawan Pelecehan Seksual Anak dengan Gerakan TANGKIS

“…kami pergi ke TK, SD, SMP, dan SMA untuk mengajari anak-anak bagaimana melindungi diri dari pelecehan seksual…”

Ariyanti Kurnia Rakhmana menjadi tokoh inspiratif Ksatria Airlangga berkat kerja kerasnya. Perempuan yang akrab disapa Ayi tersebut menciptakan gerakan TANGKIS. Gerakan tersebut merupakan kampanye melawan pelecehan seksual anak. Ayi tak segan untuk dating langsung e sekolah-sekolah demi mengajarkan kepada anak-anak mengenai bagaimana melindungi diri dari pelecehan seksual. Tak hanya itu, perempuan kelahiran Sidoarjo, 24 November 1979 itu juga bertemu dan berdiskusi dengan orang tua dan kepala sekolah. Tak tanggung-tanggung acara tersebut didukung oleh UNICEF.

Selain gerakan TANGKIS bagi anak, Ayi juga turut berpartisipasi dalam menciptakan TANGKIS Community Competition. Kegiatan tersebut mengajak ibu-ibu Indonesia untuk bekerja sama dan membuat kampanye TANGKIS yang kreatif di daerah mereka. Pemenang dari kegiatan itu berhak mendapat hadiah jalan-jalan ke Perth, Australia.

Tak Hanya Fokus di Bangku Kuliah

Ayi merupakan mahasiswa lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Komunikasi tahun 2003. Semasa kuliah ia mengaku kerap terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat pengembangan diri. Ayi sempat menjadi relawan PON XV tahun 2000. Kemudian ia bergabung sebagai freelancer di MarkPlus, perusahaan marketing milik Hermawan Kartajaya pada saat dirinya semester 6 sampai semester 8. Ayi juga bergabung membantu sejumlah project yang dikerjakan dosen komunikasi.

“Untuk hobi, saya bersama beberapa rekan mahasiswa seangkatan membuat sejumlah projek film pada 2000,” imbuhnya. 

Ayi menuturkan menjadi mahasiswa dan belajar formal di ruang perkuliahan saja tidak cukup. Aktivitas non-kuliah seperti menjadi relawan PON, freelancer di MarkPlus, dan membantu project dosen, banyak berjasa dalam membentuk dirinya sampai seperti ini. 

“Bagaimana dealing dengan orang? Bagaimana menghadapi banyak orang dengan karakter berbeda? Bagaimana mengatasi tekanan dalam bekerja? Bagaimana mengeset suasana batin ketika dituntut beban pekerjaan? Bagaimana menyelesaikan sesuatu dengan baik? Hal-hal semacam ini justru banyak saya dapatkan di luar ruang kuliah,” tambahnya. 

Menurutnya, dapat kuliah dengan lancar dan lulus menjadi hal yang sangat berarti baginya. Bukan tanpa alasan, hal tersebut menjadi sesuatu yang membahagiakan orang tuanya. Baginya, berkuliah dan beraktivitas selama beberapa tahun di UNAIR memberikan banyak life skill yang tidak pernah diduga dan baru bisa dirasakan beberapa tahun kemudian.

Ayi menceritakan, teori-teori komunikasi yang didapatkannya di ruang kuliah sangat berguna bagi dirinya. Namun, yang lebih berguna adalah ketika ia menjadi mahasiswa Unair, ia mendapat banyak peluang untuk melakukan apa pun. 

“Jadi, saya rasa, ruang kuliah saja tidak akan cukup untuk membentuk seseorang. Tapi, lingkungan yang tercipta di perkuliahan itu juga tak kecil jasanya,” tambahnya. 

Perjalanan Karir di Jawa Pos

Ayi masuk menjadi jurnalis di Jawa Pos pada 2003, menjadi reporter hiburan di Surabaya. Kemudian dimutasi ke Jakarta, dan tak lama setelah itu ia kembali lagi ke Surabaya melanjutkan tugasnya menjadi reporter hiburan. Pada saat itu, ia dibawah calon pemimpin Jawa Pos langsung, Azrul Ananda, yang kemudian menjadi pemred dan Dirut PT Jawa Pos Koran. 

“Ini adalah tantangan terbesar. Karena, siapa pun tahu di kantor, Azrul cukup killer. Banyak kisah sejumlah jurnalis yang harus menangis karena hair-dryer treatment dari Azrul. Namun, bagi saya itu tantangan,” ungkapnya.

Bagi Ayi memang cukup menyiksa, namun hal itu justru menumbuhkan mentalnya sekaligus meningkatkan kapasitas jurnalistik dalam waktu singkat. Berkat gemblengan Azrul, Ayi dapat meraih pencapaian yang luar biasa seperti menjadi asisten redaktur termuda Jawa Pos, menjadi inisiator kepala kompartemen ForHer (rubrik khusus perempuan Jawa Pos), dan menjadi perempuan pertama di Jawa Pos yang menjabat kepala kompartemen Metropolis. Tak hanya itu, Ayi juga sempat menjadi wakil pemimpin redaksi.

Bekerja sesuai dengan minat adalah sebuah keberuntungan yang ia dapatkan dalam hidupnya. Selain sesuai dengan passion, menjadi jurnalis juga memberi banyak peluang dan kesempatan. Ia bisa ke luar negeri, bisa bertemu banyak orang, serta melihat banyak tempat dan pengalaman.

Ketika tulisan, liputan, serta desain angle yang ia rencanakan bisa membawa perubahan baik terhadap banyak hal, maka itulah prestasi bagi Ayi. Tak jarang liputan dan desain aktivitas off-print yang ia buat mendapat apresiasi di luar. Seperti kampanye anti kekerasan seksual terhadap anak dan pemberdayaan perempuan. Baginya, jika ada satu saja yang kemudian menjadi lebih baik karenanya, bagi Ayi itu adalah suatu pencapaian terbesar.   

“Setiap menit yang saya lalui dalam pekerjaan ini adalah hal paling berkesan. Tapi, perjalanan ini masih belum berakhir. Saya masih menjadi bagian dari entitas itu. Saya tahu bahwa banyak yang menyebut bahwa koran adalah sebuah sunset industry sekarang, tapi saya pernah menikmati masa jaya-jayanya. Ini tentu saja semuanya berkesan,” pungkasnya.

Copyright © Universitas Airlangga