Yuliati Umrah

Kebanggaan Airlangga, Kebanggaan Indonesia

Nama Yuliati Umrah sudah lama malang melintang sebagai salah satu aktivis kebanggaan Indonesia. Selama lebih dari dua dekade, wanita kelahiran Pamekasan ini fokus menyuarakan hak-hak perempuan dan anak. Rupanya, ketertarikan pada bidang sosial sudah dirasakan Yuliati sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).

“Saat SMA, saya sangat suka pelajaran sosial, juga tata negara dan Bahasa Inggris. Bahkan saya bercita-cita untuk menjadi seorang diplomat,” bukanya. 

Tumbuh sebagai putri dari seorang dosen sejarah kebudayaan islam membuat rasa ingin tahu Yuliati semakin besar. Ia ingin mempelajari manusia baik secara sosial maupun budaya dan memperkenalkan Indonesia pada dunia. Hal itulah yang membuatnya memilih FISIP UNAIR sebagai tempatnya menuntut ilmu. 

Selama duduk di bangku perkuliahan, Yuliati disibukkan dengan berbagai kegiatan bersama rekan-rekannya. Pada semester pertama, ia sudah aktif di kelompok belajar dan menjadi anggota BPM. Ia juga turut menjadi bagian dari front aksi mahasiswa dan berbagai aktivitas sosial.

“Pada 1994, saya pernah menjadi bagian dari kegiatan bakti sosial di Lampung. Saya pergi kesana dengan kapal perang, kemudian tinggal disana selama satu bulan. Disana saya berkesempatan bertemu dengan peneliti-peneliti muda lain dan berbagi pemikiran. Pengalaman itu sangat berkesan untuk saya,” kisah Yuliati.

Selang satu tahun kemudian, Yuliati mulai menuangkan buah pemikirannya melalui tulisan. Ia membentuk kelompok belajar ‘Kemangi’ bersama rekan-rekannya dan mulai membuat riset-riset kecil serta pendampingan di beberapa wilayah. Hasil dari riset tersebut kemudian berhasil memenangkan kompetisi LKTI (Lomba karya tulis ilmiah, red) tingkat wilayah maupun nasional.

Di sisi lain, Yuliati tetap mengasah minat dan bakatnya di bidang seni dan olahraga. Ia tergabung dalam UKM (Unit kegiatan mahasiswa, red) Basket yang sudah ditekuninya sejak SMA, juga band ARSIP (Arek Fisip) yang membuatnya banyak dikirim untuk mengikuti festival seni. Yuliati juga turut berperan dalam pendirian UKM Judo di UNAIR.

“UNAIR layaknya sebuah jendela yang membuat pikiran saya lebih terbuka. Saya sangat bersyukur bisa berkesempatan untuk keliling Indonesia dan event ilmiah maupun music dan olahraga,” ujar wanita kelahiran 1975 ini.

Berjuang Bersama Organisasi ALIT

Selepas menyelesaikan studi, Yuliati mulai merintis kariernya di bidang sosial. Pada 1999, ia didapuk menjadi salah satu konsultan untuk rapid assessment yang diadakan oleh WHO. Ia bahkan menjadi konsultan termuda pada saat itu. 

“Disana saya berkesempatan untuk mengetahui lebih banyak terkait anak-anak pengguna narkoba suntik. Saya mengenal mereka saat menjadi demonstran dan banyak sekali info yang saya dapat mulai dari jalur masuk narkoba, penggunaannya, hingga korban yang terjangkit hepatitis atau HIV,” ungkapnya. 

Pada tahun yang sama, Yuliati mendirikan LSM ALIT (Arek Lintang) bersama lima orang rekannya. Ia mendapat dukungan penuh dari para dosen di UNAIR dan Lembaga tersebut menjadi titik awal Yuliati menjadi seorang aktivis. 

“ALIT berdiri karena konsistensi saya dan teman-teman, sebagai upaya penanganan masalah sosial secara sistemik. Masih banyak kasus eksploitasi dan kekerasan pada anak-anak marjinal yang tidak tersentuh,” ujar Yuliati. 

“Para peneliti Internasional dari Australia, Perancis, bahkan BBC London menghubungi kami untuk berdiskusi terkait data dan kondisi jalanan pasca reformasi. Berbekal data-data yang cukup lengkap, ALIT menjadi salah satu organisasi yang paling concern dalam mengadvokasi kekerasan yang terjadi pada anak-anak jalanan pada masa itu,” lanjutnya. 

Setelah berdiri selama 21 tahun, ALIT kini menjadi sebuah organisasi besar. ALIT memiliki empat kantor cabang di Surabaya, Bali, Bromo, dan Maumere, serta 12 wilayah kabupaten kota layanan yang tersebar di berbagai provinsi. ALIT menerima banyak bantuan dari donor internasional seperti Jerman, Belanda, dan Amerika Serikat. Hingga kini, ALIT masih aktif memperjuangkan berbagai kebijakan. 

“Salah satu kebijakan yang turut diprakarsai oleh ALIT adalah adanya ruang khusus  pemeriksaan perempuan dan anak di Polwiltabes Surabaya. Kami juga turut mendorong pusat pelayanan terpadu dan upaya advokasi kasus-kasus besar,” kisahnya. 

Selain membesarkan ALIT, Yuliati juga tetap aktif menulis. Ia banyak menyusun modul, salah satunya membahas partisipasi remaja melawan eksploitasi seksual komersial dalam industri pariwisata. Ia juga menyusun modul pengembangan Dewa Dewi Ramadaya (Desa wisata agro, desa wisata industri, ramah anak dan berkebudayaan). Bekerja sama dengan Kementerian PDTT dan sebuah organisasi di Jerman, ALIT turut menginisiasi program ini untuk bisa menjadi program nasional. 

Di sela kegiatannya yang padat, Yuliati tetap menyempatkan untuk traveling yang sudah menjadi hobinya sejak lama. Ia senang menghabiskan waktu untuk berjalan kaki di pantai dan gunung, atau sekedar bersantai di hutan. Ia juga senang mengunjungi daerah dengan suku dan budaya yang masih asli. 

“Saya juga suka mengoleksi wastra Indonesia. Sejauh ini, kurang lebih ada dua ratus lembar wastra yang sudah saya kumpulkan. Bagi saya itu adalah sesuatu yang tidak ternilai,” ujarnya. 

Wakili Indonesia di Kancah Internasional

Tak hanya di Indonesia, Yuliati juga banyak mencetak prestasi internasional. Pada 2002, ia berhasil lolos seleksi untuk mengikuti Child Right Programming Workshop dan short course di Bangkok terkait studi hak-hak anak yang belum ada di Indonesia. Setelah mendapatkan serti ikat internasional, ia diminta oleh PBB dan UNICEF untuk menjadi konsultan. 

“Saya juga sering dikontak oleh aktivis-aktivis berlatar belakang gereja. Karena saya berasal dari keluarga islam, dibesarkan di lingkungan santri, jadi kami sering berdiskusi tentang perdamaian. Kami  saling bertukar informasi maupun budaya untuk mencapai kedamaian dunia juga strategi untuk perlindungan anak dan kemanusiaan,” tuturnya. 

Salah satu pencapaian yang sangat berkesan untuk Yuliati adalah saat ia diundang pada perayaan Hari Katolik Sedunia di Jerman. Ia menghadiri acara ibadah pada saat itu dan bertugas untuk membuka acara sebagai wakil dari umat islam. 

“Saya sangat bangga bisa menjadi wakil dari Indonesia, wakil dari UNAIR. Rasanya sangat berkesan karena akhirnya orang-orang dapat mendengar buah pikiran yang saya tekuni sejak kuliah. Pemikiranpemikiran yang dulu hanya bisa dituangkan lewat LKTI,” ungkapnya. 

Yuliati juga sempat didapuk sebagai salah satu pemimpin terbaik dunia versi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Amerika Serikat. Dari 221.000 kandidat, ia berhasil terpilih sebagai wakil dari Indonesia bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani. Pada 2010, ia juga turut serta dalam penyusunan International child protection law sebagai wakil dari Indonesia.

“Saya merasa sangat terharu, sebagai wakil dari Indonesia, wakil dari UNAIR. Apa yang menjadi pemikiran saya, kemudian dimatangkan oleh para dosen dan suasana yang menyenangkan di UNAIR, kini menjadi bagian dari pemikiran dan kebijakan internasional,” kisahnya.

Dengan berbagai prestasi yang dimilikinya, Yuliati memberikan sebuah pesan untuk para mahasiswa. Ia meminta para mahasiswa untuk memanfaatkan fasilitas yang ada sebagai ruang asah yang luar biasa. 

“Jangan kuliah hanya untuk dapat nilai, tapi ilmunya bisa menjadi tindakan konkret di masyarakat karena itu yang menentukan kehidupan kita nantinya,” pungkasnya (*)

Riwayat Pekerjaan

  • Executive Director

    ALIT Foundation

  • Consultant Child Protection and Child Rights Programming ALIT

    Kindermissionwerk, Aachen Germany

  • Board Director Flores National Event Maumere In Love Flores District

Riwayat Pendidikan

  • S1 Ilmu Politik

    Universitas Airlangga

Alumni Berprestasi

Copyright © Universitas Airlangga