Menjadi Kaprodi Termuda Dalam Sejarah UWKS
Tidak banyak orang yang menyukai politik. Awam biasanya menganggap politik adalah kegiatan yang “kotor” penuh dengan intrik. Ketidaksukaan awam terhadap politik disebabkan adanya individu atau partai yang dipenuhi berbagai kepentingan untuk merebut kekuasaan, yang satu diantara menggunakan cara-cara licik. Hal inilah yang menyebabkan Galang Geraldy, S.IP., M.IP., menyukai ilmu politik. Menurutnya, politik adalah ilmu yang “seksi” karena disatu sisi politik itu dihindari dan dicemooh, namun disisi yang lain politik banyak dibicarakan orang. Dari situ dia menganggap bahwa ilmu politik itu unik dan menyenangkan.
Perjumpaannya Galang dengan politik dikarenakan kecocokannya dengan jurusan yang linear saat SMA, Dia mengambil jurusan IPS yang menurutnya cocok dengan jurusan ilmu politik. Dengan beberapa pertimbangan, Galang memilih jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Airlangga, dan hasilnya dia berhasil diterima.
Selama kuliah Ilmu Politik UNAIR, Galang menjalani kegiatan sebagaimana mahasiswa pada umumnya. Kegiatan-kegiatan seperti berdiskusi dan berorganisasi. Namun yang tidak bisa dilupakan adalah ketika diajar oleh Airlangga Pribadi, PhD., Dia menilai Mas Angga, Panggilan Airlangga Pribadi, terlihat sangat akademik dengan ulasan materinya mendalam, teoritis meski kadang tidak mudah dicerna dalam sekali pertemuan. Mata kuliah yang kesukaan Galang selama kuliah antara lain; demokrasi, ekonomi politik, dan kekuatan politik.
Meski lulus dengan cepat, tepatnya 3,5 tahun, Galang tidak melupakan kegiatan non-akademik. Dia aktif mengikuti organisasi ekstra-kampus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) FISIP UNAIR. Menurutnya, HMI FISIP UNAIR dapat melahirkan banyak aktivitas yang membentuk karakternya ketika mahasiswa.
Setelah lulus dari UNAIR, Galang mencari pekerjaan yang tidak linear dengan keilmuannya, sembari ikut riset bersama seniornya. Sampai pada titik, sekolah kembali (S2) Ilmu Politik UNAIR adalah pilihan terbaik, karena Galang masih ingin belajar dan meyakini bahwa peluang lebih besar jika sudah mengambil magister.
Memilih Berkarir sebagai Dosen
Dan sepertinya sudah menjadi konsekuensi jika setelah lulus S2, maka jalur pekerjaan yang dipilih adalah dosen. Awalnya Galang mengajar di Ilmu Politik Universitas Ronggolawe (Unirow) Tuban. Dia bercerita perjuangannya harus pulang - pergi naik bus, menghadapi tipologi mahasiswa dan atmosfer akademik yang berbeda dengan di Surabaya, dan sampai ikut dalam proyek pembangunan SDM di sana.
Menurut Galang, profesi menjadi dosen itu tidak bisa diukur dengan materi, apalagi sebagai dosen Perguruan Tinggi Swasta. Perlu perjuangan dan niat yang tulus. Dia mengingat selama mengajar di Tuban, dirinya perlu hidup sederhana untuk menyeimbangkan pemasukan. Ketika sudah menyiapkan itu, ternyata mahasiswa sebagian besar mahasiswanya sudah bekerja. Hal ini menyebabkan kadang proses belajar mengajar tidak berlangsung dengan mudah dan sesuai rencananya. Galang belajar bahwa pemahaman dan pengertian terhadap sosial-budaya setempat menjadi sangat penting, sehingga itu benar-benar menjadi modal ketika menjadi dosen di Surabaya.
“Menurut saya menjadi dosen tidak sekedar membuat materi. Meski sudah berjuang, pun tidak ada materi (pemasukan) yang ‘wah’ untuk dosen. Dengan segala modal pengalaman saya, juga karena faktor keluarga, maka pulang ke Surabaya adalah pilihan dan sampai akhirnya keterima di UWK Surabaya” ujarnya.
Kaprodi Termuda dan Reorientasi Ilmu Politik
Di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS), mungkin Galang adalah Ketua Program Studi termuda sekaligus yang tercepat dalam sejarah UWKS. Galang mengajar di UWKS pada tahun 2017, dan pada tahun 2019 dipercaya sebagai Kaprodi Ilmu Politik UWKS.
Syukur Alhamdulillah, kata Galang, bisa mempertahankan akreditasi A Prodi Politik UWKS, mendapatkan Hibah Kurikulum Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) Dikti tahun 2020 karena hanya ada dua kampus di Indonesia saat itu yang memperoleh MBKM Dikti, yakni Ilmu Politik Universitas Bakrie dan UWKS.
“Saya kira prestasi terbesar saya selama menjadi dosen ya pernah menjadi Kaprodi termuda Ilmu Politik dalam sejarah UWKS. Selain itu saya juga ikut membawa Prodi Politik meraih Hibah Kurikulum MBKM seri perdana tahun 2020,” ungkap Galang.
Menurutnya, Tidak mudah menjadi pioner, suka tidak suka harus membuat reorientasi dan rekonstruksi yang berbasis MBKM ditengah mayoritas prodi di UWKS yang tidak masuk hibah. Padahal, konsep dasar MBKM adalah kolaborasi.
Namun, perlahan-lahan, mahasiswa politik UWKS mampu mengikuti ritme MBKM. Bahkan lolos Program Kampus Mengajar Dikti, Program MSIB Dikti, dan yang terbaru, ikut MBKM dengan Dispendukcapil Kota Surabaya yang menjadi hal baru di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya.
“Hal itu bisa terjadi karena tidak lepas dari pola pikir saya yang selalu mencoba hal baru, mendobrak kekakuan dengan memberi ruang bagi mahasiswa untuk beraktualisasi. Perlahan, saya katakan mereka bisa sejajar dengan mahasiswa politik kampus lain. Kalau misal di UNAIR bisa, politik UWKS ya harus bisa,” tegasnya.
Tidak lupa, sebagai alumnus, Galang mempunyai harapan kepada UNAIR. Menurutnya, UNAIR adalah kampus yang mempunyai nama besar, setiap orang tidak akan memungkiri itu. Ke depan, dengan kebesaran itu, UNAIR, terutama FISIP UNAIR berkenan menerima model pembelajaran kolaborasi dengan politik UWKS karena sebagai prodi, Politik UWKS memang hampir seusia dengan Prodi Politik UNAIR.
“Karena itu saya berharap, tentu kedepannya ada banyak sharing of knowledge and sharing of experience antara Prodi Ilmu Politik UNAIR dengan Prodi Ilmu Politik UWKS, baik itu antara dosen maupun mahasiswa,” tutup Galang yang mengidolai sosok Moh. Hatta.