Masa Kuliah Jadi Pembelajaran Kehidupan
"... Djoko Kurnianto alumni Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi (Kini, Fakultas Ekonomi dan Bisnis) Universitas Airangga (FEBUA) 1989. Karena studinya tentang akuntansi sejak kuliah Djoko sudah berkecimpung masalah keuangan. Sampai buku ini selesai ditulis (2019), Djoko Kunianto adalah Direktur Hubungan Internasional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta...”
Djoko Kurnianto mengaku selama menjadi mahasiswa Jurusan Manajemen di Fakultas Ekonomi (kini Fakultas Ekonomi dan Bisnis – FEB) adalah mahasiswa biasa-biasa saja. Bukan mahasiswa yang berprestasi tinggi.
Meski demikian, Djoko Kurnianto ternyata mampu berprestasi di universitas kehidupan. Dia sukses. Kini dia menjadi orang dalam yang bisa meniti ke puncak karier di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dia kini menjabat Direktur Hubungan Internasional OJK.
Djoko Kurnianto menuturkan, semasa kuliah dirinya tak pernah menunjukkan prestasi yang wah, menggemparkan, dan menjadi perhatian rekan-rekan lainnya. ”Saya ini biasa-biasa saja. Tapi, saya terbiasa belajar dari lingkungan. Mungkin itu yang membawa saya sampai di sini,” katanya, saat ditemui di kantor OJK, Jakarta.
Dua hal yang menjadi titik pembelajaran dalam perjalanan hidupnya adalah pengalaman yang didapatkannya. Pertama, daya tahan menjalani kondisi yang serba ngepas. Dengan hanya memiliki kiriman minimal per bulan pada masa itu, dia harus mencari tempat kos, mencukupkan makan, dan memenuhi kebutuhan tugas atau pelajaran.
Dulu itu banyak pengeluaran untuk fotokopi. Membagi uang antara makan dan kos, dan pelajaran, harus tepat. Kalau tidak bisa kekurangan. ”Daya tahan untuk menanggung kesengsaraan itu yang bikin saya ulet. Mampu bertahan sampai lulus,” ceritanya.
Kedua, istikamah, fokus, dan konsisten menjaga apa yang telah didapatkan. Dia tak mau berpindah pekerjaan. Itu yang membuat dirinya sampai ke jenjang seperti saat ini.
Syukuri Pekerjaan, Serius Kenali Lingkungan
Djoko Kurnianto termasuk orang yang punya komitmen dan pandai bersyukur. Dia tak mau berpindah-pindah pekerjaan karena sempat merasakan sulitnya mendapatkan pekerjaan tersebut.
Setelah lulus pada 1994, dia mengaku sempat menemui kendala, kegalauan, karena belum mendapatkan pekerjaan. Dia juga sempat dikritik orang rumah. Sebab, setelah lulus kuliah, ternyata dia tidak langsung bekerja. ”Saya sempat nggak enak juga. Orang tua bilang, sudah lulus sana, jangan di rumah,” ucapnya.
Selama sekitar delapan bulan pascalulus, ia sempat menganggur. Dia pun memilih ke rumah saudaranya di Jakarta, sembari melamar kerja. Sempat tak diterima beberapa kali, tawaran akhirnya datang dari beberapa perusahaan di Jakarta.
Menurut dia, keluarganya selalu memberi nasihat, jadi orang itu harus antepan. Mantap, fokus, dan sungguh-sungguh. Karena itu, apa yang didapat harus disyukuri, dimasuki serius. ”Ya, nggak pikir pindah-pindah. Takut masih ada risiko. Istikamahlah,” tutur pria asal Tulungagung tersebut.
Di kantor dia banyak belajar dengan lingkungan. Mulai dari belajar personalia, keuangan, SDM. ”Saya sering komunikasi. Kantor dan teman itu jadi tempat diskusi dan bertanya. Semakin banyak pemahaman, semakin banyak yang saya dapatkan,” tandasnya.
Setelah berpindah posisi, dia pun dipercaya menjadi salah satu direksi. Sempat tak ingin menerima tawaran karena merasa masa kerja masih panjang, Djoko Kurnianto akhirnya harus ikut fit and proper test dan lolos.
Karier ayah dua anak ini semakin moncer karena mampu mengusung semangat transformasi. Ide-ide yang dipendamnya sejak lama ternyata berhasil dijalankan saat dirinya menjadi pimpinan.
Dia menuturkan, apa yang dilakukannya merupakan akumulasi dari pemikiran dan ide sejak masuk kerja. ”Banyak ide yang saya usulkan 10 tahun lalu, 15 tahun lalu, akhirnya saya eksekusi sendiri. Waktu itu mungkin belum relevan. Ternyata saat ini efektif,” paparnya.
Pola pikir kritis, sistematis, dan memodelkan planning untuk perusahaan itu dipelajari dari pengalaman. Djoko Kurnianto mengakui, universitas kehidupanlah yang membuat dirinya sukses.
Dalam universitas kehidupan itu, ada satu fase yang membuat daya tahan akan hidup serba pas-pasan dan penuh perjuangan, yakni fase di Universitas Airlangga.
Prinsip on The Track
Jalan paling cepat adalah jalan lurus, jangan memutar. Begitulah prinsip yang dimiliki Djoko Kurnianto dalam menjalani berbagai permasalahan di dunia pekerjaan atau saat masih kuliah dahulu.
Menurut dia, dalam perjalanan apa pun rintangan harus dihadapi sampai benar-benar maksimal, sampai mentok. Dia pantang memutar, mencari alternatif sebelum masalah-masalah itu bisa diatasi.
”Prinsip saya begitu. Jalan paling cepat itu jalan lurus. Jangan memutar, belak-belok biar sampai tujuan. Hadapi saja, itu menempa diri,” tuturnya.
Karena itulah, dia bisa melangkah hingga sejauh ini. Dibesarkan dengan selalu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, tak menyerahkannya begitu saja ke bawahan, memperkaya khazanah strategi dan ide.
”Ini proses. Jangan lepas tangan. Saya justru sering mengajak mereka memecahkan masalah bersama-sama, tidak meninggalkan bawahan begitu saja,” ucap dia.
Bangun Link Alumni
Rasa iri sempat tersirat saat Djoko Kurnianto menyaksikan Iluni UI dan Kagama. Institusi alumni dari kampus UI dan UGM tersebut dikenal memiliki ikatan yang cukup kuat.
Sepak terjang jaringan Iluni ataupun Kagama juga sudah cukup maksimal. Beberapa kali dia melihat ada langkah-langkah organisasi alumni dua kampus tua di Indonesia tersebut yang menjadi perhatian.
”Penting link ini, tapi bukan yang seolah-olah. Bila benar-benar digarap, ini menjadi alat efektif untuk membantu Unair menjadi kampus 500 terbaik dunia,” ujarnya. (*)